TEMPO.CO , Pyongyang - Jutaan warga Korea Utara hingga Selasa 20 Desember 2011 turun ke jalanan menangisi kematian pemimpin mereka, Kim Jong il. Di Pyongyang, warga berkumpul di jalanan, alun-alun, dan lapangan sekolah.
Mereka berlutut, menyembah, dan menangis. Tugu-tugu peringatan dibanjiri warga. Di situ, orang tua dan anak-anak meletakkan karangan bunga di sejumlah tugu peringatan.
Warga juga berkerumun di lukisan raksasa yang menggambarkan Kim Jong-il dan pendiri Korea Utara Kim Il Sung, yang juga ayah Jong-il. Lukisan itu berdiri di Gunung Paektu, tanah kelahiran Kim Jong-Il. Ratusan karangan bunga menumpuk di bawah lukisan.
“Jenderal, jangan pergi,“ kata Hong Son Ok, warga Paektu, ketika diwawancarai televisi pemerintah Korea Utara. “Kami tidak ingin kau pergi.” (lihat: Tangis Rakyat Korea Utara untuk Kim Jong-il).
Kim Jong Il wafat karena serangan jantung, Sabtu 17 Desember 2011 pukul 08.30 WIB, di atas kereta. Pemimpin Korea Utara itu baru saja inspeksi ke lapangan.
Kematian pemimpin Kim pada Sabtu itu diumumkan oleh media pemerintah pada hari Senin 19 Desember 2011 oleh kantor berita resmi Korea Utara atau Korean Central News Agency (KCNA).
Jenazah Kim akan disemayamkan di Kumsusan Memorial Palace di Pyongyang sebelum dimakamkan pada 28 Desember. Selama 11 hari berkabung itu, kegiatan berbau hiburan dilarang digelar. Pemerintah juga tidak menerima ucapan belasungkawa dari negara asing.
Saat pemakaman Kim, pemerintah Korea Utara memerintahkan 24 juta warganya berbaris di belakang putra pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un. Pada hari itu juga, Jong-un akan naik takhta menggantikan ayahnya.
"Di bawah pimpinan Kamerad Kim Jong-un, kami harus mengubah kesedihan menjadi kekuatan dan keberanian untuk menghadapi segala bentuk tantangan di masa depan," kata KCNA.
Kim Jong-un merupakan putra ketiga dari Kim Jong-Il yang menjabat sebagai jenderal muda di Korea Utara. Jong-un disebut-sebut sebagai pengganti ayahnya oleh media setelah Kim Jong-Il menderita stroke. Jong-un juga sering menemani ayahnya ketika mengadakan lawatan di beberapa negara belakangan ini.
WDA | REUTERS | KCNA | BBC