Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Media Massa Kurang Angkat Isu untuk Perempuan  

image-gnews
Eva Kusuma Sundari. TEMPO/Imam Sukamto
Eva Kusuma Sundari. TEMPO/Imam Sukamto
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis perempuan yang juga anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Luviana, mengemukakan media massa masih jarang mengangkat isu untuk perempuan. Selama ini media massa lebih banyak mengangkat isu tentang perempuan.

"Harus dibedakan antara isu tentang perempuan dan isu untuk perempuan. Isu tentang perempuan kebanyakan mengeksploitasi dan melecehkan. Kalau isu untuk perempuan seharusnya tampilkan gagasan, ide, atau mimpi yang dimiliki perempuan untuk maju," ujar Luvi dalam diskusi berjudul "Potret Perempuan dalam Pembangunan di Dunia dan Representasi di Media" yang diadakan di Anomali Cafe, Jakarta, Selasa 20 Desember 2011. Forum tersebut diadakan oleh World Bank, Tempo Institute, dan AJI Indonesia.

Luvi juga mengemukakan fakta yang diperoleh melalui data kualitatif bahwa secara umum isu marginal terkait perempuan seperti lesbian, perempuan miskin, atau korban peristiwa 1965 jarang ditampilkan media massa. "Tokoh-tokoh besar, artis, dan korban kekerasan lebih banyak dieksploitasi ketimbang ahli-ahli bidang tertentu, apalagi yang wajahnya pas-pasan," ujar dia.

Menurut Luvi, peran media massa yang dituntut untuk obyektif harus dibedakan dengan teori feminisme. "Teori feminisme itu sifatnya subyektif karena perempuan harus selalu mengejar ketertinggalan. Representasi di media belumlah cukup," kata dia.

Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Eva Kusuma Sundari, mengharapkan kerja sama dari media massa untuk meningkatkan peranannya dalam perkembangan kehidupan perempuan di Indonesia. "Jangan sampai media massa gagal mentransformasi nilai gender melalui media. Jangan juga hanya menulis untuk sensasi," kata Eva.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ia menambahkan media massa seharusnya dijadikan alat sosialisasi agar semakin banyak perempuan yang terjun di masyarakat. "Di DPR banyak perempuan, tapi pengaruhnya dalam legislasi masih sangat minim. Faktanya cuma 20 persen, fisiknya saja hadir di DPR. Tolonglah rekan media bantu agar semakin banyak perempuan yang mau berpartisipasi," kata Eva.

Berdasarkan riset kuantitatif, AJI mendapatkan temuan mengenai persentase tingkat pemberitaan media massa terhadap perempuan. Hasilnya menunjukkan bahwa yang paling tinggi adalah kategori kekerasan sebanyak 22,05 persen, kemudian berita tentang peningkatan taraf hidup perempuan, yaitu 17,44 persen, dan kategori berita perdagangan perempuan, yakni 1,03 persen.

SATWIKA MOVEMENTI

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Tulisan Soal Makar, Fadli Zon Akan Laporkan Allan Nairn ke Polisi

25 April 2017

Wakil Ketua DPR Fadli Zon di Warung Daun, Jakarta, 5 November 2016. Tempo/Vindry Florentin
Tulisan Soal Makar, Fadli Zon Akan Laporkan Allan Nairn ke Polisi

Dalam tulisan Allan Nairn, Fadli Zon disebut terlibat dalam upaya makar untuk menggulingkan Presiden Joko Widodo.


Disebut dalam Laporan Allan Nairn, Hary Tanoe Lapor ke Polisi  

25 April 2017

Hary Tanoesoedibjo. TEMPO/Imam Sukamto
Disebut dalam Laporan Allan Nairn, Hary Tanoe Lapor ke Polisi  

Pelaporan Hari Tanoe bermula dari tulisan Ahok Hanyalah Dalih untuk Makar yang ditulis oleh jurnalis asal Amerika Serikat, Allan Nairn.


Diadukan Mabes TNI ke Dewan Pers, Tirto.id: Kami Kooperatif  

24 April 2017

Dewan Pers. Foto: dewanpers.or.id
Diadukan Mabes TNI ke Dewan Pers, Tirto.id: Kami Kooperatif  

Sapto berujar, pihaknya akan menunggu mekanisme yang diterapkan Dewan Pers saat menerima pengaduan.


Jokowi Jarang Dikritik, SBY: Pers Tak Seganas Dulu  

11 Juni 2016

Ketum Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, menggelar acara buka bersama di kediamannya, Cikeas, Bogor, 10 Juni 2016. Isu Ekonomi dan Hukum menjadi bahasan SBY pada acara ini. Tempo/Dian Triyuli Handoko
Jokowi Jarang Dikritik, SBY: Pers Tak Seganas Dulu  

Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono merasa tercengang melihat perubahan pers saat ini.


Begini Modus Wartawan Abal-abal Memeras

14 April 2016

Yosep Stanley Adi Setyo dari Dewan Pers, memberikan pemaparan dalam acara diskusi ruang tengah yang membahas
Begini Modus Wartawan Abal-abal Memeras

"Yang paling banyak muncul adalah di daerah yang tingkat korupsinya tinggi. Fenomena media abal-abal ini tidak kami temukan di Malaysia atau Singapura."


Dulu Pemerintah Tekan Pers, Jokowi: Sekarang Sebaliknya  

9 Februari 2016

Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pres terkait proses sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI di Istana Negara, Jakarta, 15 Desember 2015. Jokowi menyampaikan jika dirinya terus mengikuti sidang etik Ketua DPR Setya Novanto di MKD. TEMPO/Aditia Noviansyah
Dulu Pemerintah Tekan Pers, Jokowi: Sekarang Sebaliknya  

Presiden Joko Widodo meminta pers patuh terhadap kode etik jurnalistik, terutama media online.


Menunggu Presiden Berantas Amplop Wartawan

9 Februari 2016

Menunggu Presiden Berantas Amplop Wartawan

Presiden Joko Widodo memastikan akan menghadiri acara puncak Hari Pers Nasional 2016 di Mataram, Nusa Tenggara Barat, 9 Februari 2016. Dalam acara itu, Jokowi akan diberi panggung untuk berinteraksi dengan kurang-lebih 600 wartawan nasional, petinggi negara, dan tokoh masyarakat. Supaya pertemuan itu bermakna, bantuan atau kebijakan strategis apa yang bisa Presiden keluarkan agar kehidupan pers Indonesia semakin sehat?


Pers di Indonesia Dinilai Kena Sindroma Berlusconian  

21 Januari 2016

Bagir Manan. TEMPO/Aditia Noviansyah
Pers di Indonesia Dinilai Kena Sindroma Berlusconian  

Kepentingan pemilik media di industri pers dinilai mempengaruhi pemberitaan, mirip seperti Berlusconi di Italia.


Dewan Pers: Banyak Media Massa Terkontaminasi Politik

20 Januari 2016

Ilustrasi: TEMPO/Machfoed Gembong
Dewan Pers: Banyak Media Massa Terkontaminasi Politik

Ada fenomena sejumlah pemilik media membentuk partai politik.


Giliran Rizal Ramli 'Kepret' Pers: Banyak yang Sibuk Bisnis Pencitraan  

2 November 2015

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Rizal Ramli dalam Rapat Kerja Pansus Pelindo II di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 29 Oktober 2015. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Giliran Rizal Ramli 'Kepret' Pers: Banyak yang Sibuk Bisnis Pencitraan  

Menurut Rizal Ramli, sudah waktunya pers menjadi bagian dari transformasi bangsa, jangan sibuk dengan bisnis pencitraan.