TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara meminta bantuan Kejaksaan Agung untuk menyelesaikan kasus pencaplokan jalan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) Pondok Pinang-Taman Mini sepanjang 14 kilometer, yang dikelola PT Jasa Marga. "Ini hanya kebijakan, nanti dikembangkan di tingkat staf Kejaksaan," kata Menteri BUMN Dahlan Iskan saat ditemui setelah bertemu dengan Jaksa Agung, Kamis, 22 Desember 2011.
Dahlan menyatakan pihak Kementerian BUMN meminta bantuan Jaksa Agung untuk menyelamatkan aset-aset BUMN. Ia memaparkan, ada sebuah perusahaan, awalnya bernama PT Marga Nurindo Bhakti, yang masih merasa dan mengakui kepemilikan atas jalan tol JORR Pondok Pinang-Taman Mini. "Ini bukan penyimpangan, tapi pencaplokan. Mereka ternyata sudah sejak tahun lalu masih punya hak atas jalan itu. Maka saya minta agar Kejagung memikirkan bagaimana menyelesaikannya," kata Dahlan.
Dahlan menyatakan telah terjadi pencaplokan dan perampokan aset serta uang negara sebanyak dua kali. Pertama, pada saat pembangunan jalan tol JORR Pondok Pinang-Taman Mini itu. Mekanismenya, pihak pembangun jalan tol meminjam kredit senilai Rp 2,5 triliun kepada PT Bank Negara Indonesia Tbk. Setelah diaudit, ternyata yang dipergunakan untuk membangun tol hanya Rp 1 triliun lebih. Selebihnya tidak tahu ke mana. "Mereka tidak mampu bayar kredit ke BNI," kata Dahlan.
Badan Penyehatan Perbankan Nasional mengambil alih untuk membayar utang dan negara kembali mengalami kerugian. Sesuai dengan undang-undang yang berlaku, karena pihak pembangun ini tidak mampu bayar utang dan diserahkan ke BPPN, jalan tol ini diserahkan ke pemerintah, yang menyerahkannya lagi kepada Jasa Marga. Dahlan juga menyatakan Jasa Marga sudah mengeluarkan uang senilai Rp 500 miliar untuk melunasi utang tersebut dan kembali mengeluarkan uang triliunan rupiah untuk menyambung jalan tol JORR-S. "Sekarang mereka malah mau mencaplok dan merasa masih memiliki," kata Dahlan.
Peristiwa pencaplokan kedua terjadi pada pembangunan jalan tol JORR Harbour Road Tanjung Priok-Pluit. Dalam pembangunan jalan tol ini, Nurindo bekerja sama dengan PT Hutama Karya dengan mekanisme penerbitan surat berharga atau commercial paper (CP) senilai Rp 1,2 triliun. Ternyata CP ini palsu dan seolah-olah digunakan untuk membangun jalan tol.
Uang ini, kata Dahlan, justru jatuh ke orang-orang Nurindo. Dalam peristiwa ini, PT Hutama atau BUMN dan negara kembali dirampok. "Tidak resmi Hutama Karya mengeluarkan uang ini, sebagian malah mengalir ke orang-orang pemegang saham di perusahaan tadi yang membangun jalan," kata Dahlan.
Menanggapi laporan Dahlan, Kejaksaan menyatakan akan membantu untuk melindungi BUMN dan aset negara. "Kami siap karena ini masalah perdata," kata Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Urusan Negara S.T. Burhanuddin melalui pesan pendek kemarin. Burhanuddin juga menyatakan Kejaksaan belum dapat melakukan tindakan apa pun saat ini. Kejaksaan baru bisa bertindak setelah menerima surat kuasa khusus. PT Marga Nurindo Bhakti tak bisa dihubungi. Saat Tempo menghubungi, ternyata nomor telepon perusahaan ini telah berganti menjadi milik restoran cepat saji.
FRANSISCO ROSARIANS | ANGGRITA DESYANI | SUNUDYANTORO