TEMPO.CO, Jakarta - Seruan agar pemain tidak menjadi korban konflik dualisme kompetisi nasional terus disuarakan beragam pihak. Setelah sebelumnya beberapa pemain dan pelatih menyuarakan hal itu, kini pengelola klub mulai menyuarakan hal sama.
Hal itu dikatakan Adika Nuraga Bakrie, putra sulung Nirwan Bakrie, Wakil Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) era Nurdin Halid. Aga (panggilan akrab Nuraga), yang saat ini menjadi Chairman Klub CS Vise, Belgia, menilai semua pemain terbaik, dengan tidak melihat latar belakang kompetisi, seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk memperkuat tim nasional. "Semestinya tidak ada diskriminasi kepada pemain," ujar Aga, Jumat, 23 Desember 2011.
Namun, ia enggan menjawab saat dimintai solusi untuk pihak yang berselisih. "Saya tidak ingin dikira turut campur. Mudah-mudahan saja mereka (pihak berselisih) bisa segera konsolidasi. Saya rasa, konflik hanya membawa kerugian," ujar Aga lagi.
Ia hanya berharap masyarakat turut mengawal konflik yang saat ini tengah terjadi di sepak bola Indonesia. "Saya optimistis konflik akan segera berakhir jika dikawal masyarakat pecinta sepak bola Indonesia," kata Aga.
Dualisme kompetisi nasional itu bermula saat PSSI menggelar kompetisi bertitel Indonesia Premier League (IPL) dan menambah enam klub baru. Sikap itu yang kemudian menjadi salah satu pemicu pembangkangan dari beberapa klub dan ngotot berlaga di Indonesia Super League (ISL) atau yang biasa disebut Liga Super. Liga Super dihelat PT Liga Indonesia, pelaksana kompetisi musim lalu, yang mandatnya dicabut federasi.
Total sampai saat ini, sudah 13 klub yang dihukum PSSI dengan sanksi beragam, seperti degradasi ke Divisi Utama musim selanjutnya dan denda Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar.
ARIE FIRDAUS