TEMPO.CO, Jakarta - Mashuri Hasan, terdakwa kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi, divonis satu tahun penjara. ”Terdakwa terbukti melanggar Pasal 263 ayat 1 KUHP, yakni secara teknis terbukti membuat surat palsu yang merugikan orang lain,” kata Hakim Herdi Agusten, Ketua Majelis Hakim, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 3 Desember 2011.
Hakim menyatakan Mashuri bersalah terkait dengan adanya kata ”penambahan” dalam surat Mahkamah Konstitusi Nomor 112/PAN.MK/VII/2009 yang dikirim ke kantor Komisi Pemilihan Umum pada 14 Agustus 2011. Surat tersebut kemudian digunakan KPU sebagai acuan dalam penetapan anggota DPR RI untuk Daerah Pemilihan 1 Sulawesi Selatan.
Mashuri yang mengenakan batik dan rompi tahanan kejaksaan berwarna merah dengan nomor 016 menyatakan banding atas putusan ini. ”Kami kecewa karena hakim tidak mempertimbangkan hal-hal yang terdapat dalam pledoi terdakwa," ujar Edwin Partogi, pengacara Mashuri.
Edwin menilai vonis terhadap Mashuri menguntungkan pejabat lain yang diduga terlibat dalam kasus ini, antara lain Andi Nurpati, anggota Komisi Pemilihan Umum. ”Ini harusnya dilihat sebagai kejahatan pemilu, bukan soal teknis kesalahan pembuatan surat,” ujar dia.
Dalam pledoi pekan lalu, Mashuri menegaskan bahwa surat nomor 112 bertanggal 14 Agustus 2009 hanyalah draf. Tiga hari kemudian, surat asli kembali dikirimkan kepada Andi Nurpati. Namun, dalam rapat pleno KPU yang dilakukan pada 21, 24, 27 Agustus, dan 2 September, Andi tetap menggunakan surat bernomor 112 bertanggal 14 Agustus. "Dengan penyerahan surat resmi tanggal 17 Agustus, surat Nomor 112 tanggal 14 Agustus sudah tidak lagi memiliki kekuatan hukum," kata Edwin.
Adapun jaksa penuntut umum Agus Prastowo juga menyatakan akan mengajukan banding, karena vonis tidak sesuai tuntutan, yakni 1 tahun 6 bulan.
M. ANDI PERDANA