TEMPO.CO, Jakarta - Naiknya harga-harga saham di bursa domestik dan menguatnya mata uang Asia belum mampu mendorong apresiasi rupiah. Sikap hati-hati dan keraguan pelaku pasar bahwa rupiah bisa menguat di bawah level 9.000 per dolar Amerika serikat (AS) membuat mata uang lokal kembali melemah.
Dalam transaksi pasar uang hari ini, Selasa, 3 Januari 2012, rupiah ditutup kembali melemah 46 poin (0,5 persen) menjadi 9.126 per dolar Amerika Serikat (AS). Di tengah menguatnya mata uang regional, rupiah justru bergerak anomali melemah.
Pengamat pasar uang, Farial Anwar, mengemukakan prospek perekonomian global yang masih suram disebabkan belum adanya penyelesaian krisis utang Eropa yang membuat para pelaku pasar lebih merasa nyaman memegang uang tunai, yakni dalam bentuk dolar AS. Pelaku pasar menganggap dolar sebagai mata uang yang paling aman di saat terjadi krisis di belahan dunia mana pun.
Investor domestik juga mulai ragu rupiah bisa menguat terlalu jauh di tahun 2012 ini. Potensi penguatan mata uang lokal lebih kecil dibandingkan dengan pelemahannya yang membuat rupiah selalu melemah di awal perdagangan. “Terapresiasinya rupiah di sore hari dalam beberapa pekan terakhir karena adanya campur tangan Bank Indonesia dan bukannya kekuatan pasar sesungguhnya,” ujar Farial.
Perbankan dan negara-negara di kawasan Eropa saat ini kesulitan likuiditas dolar AS. Bank di Eropa enggan untuk menyalurkan kredit kepada konsumen dan pinjaman antarbank juga sulit. Bahkan bank-bank di kawasan lain juga melarang menaruh dananya di Eropa karena risikonya yang sangat besar saat ini membuat perbankan Uni Eropa kesulitan likuiditas.
VIVA B. KUSNANDAR