TEMPO.CO, Bandung - Wakil Wali Kota Bandung Ayi Vivananda meminta Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 8 Bandung membuat mobil seperti Kiat Esemka Surakarta. Mobil itu pun rencananya akan dipakai sebagai mobil dinas. "Ini bukan keinginan emosional," katanya saat ditanya Tempo di ruang Kepala SMKN 8, Jumat, 6 Januari 2012.
Menurut Ayi, program mobil nasional sudah lama berkembang dan kini ke sekolah. Namun selama ini sekolah belum mendapat mitra. Karena itu ia meminta bawahannya menjalin mitra dengan perguruan tinggi. "Bisa nggak bikin mesin motor atau mobil sendiri. Jadi nggak perlu beli (mesin) dari luar," katanya.
Kalaupun sekarang masih terhambat berbagai regulasi pembuatan mobil sendiri, kata Ayi, masalah itu harus dilalui. "Kami akan bantu izinnya," ujarnya. Begitu pula pesawat Jubiru J430 hasil rakitan siswa SMKN 12 Bandung yang kini masih menunggu izin tes terbang dari Kementerian Perhubungan.
Adapun buggy car yang sudah dibuat SMKN 8, kata Ayi, harus dikembangkan menjadi kendaraan pribadi. Tujuannya agar bisa dipakai banyak orang dan tidak untuk kalangan tertentu.
Kepala SMKN 8 Bandung Dedi Indrayana mengatakan siap membuat mobil jalanan. Sekolah awalnya memilih buggy car yang bergerak di luar jalan raya daripada membuat mobil jalanan. Pilihan itu untuk menyiasati persoalan aturan kendaraan. "Kalau di luar jalan kan jadi tidak perlu STNK (surat tanda naik kendaraan)," katanya.
Selain itu, sekolah hanya bisa merakit mobil jenis itu karena membuat mobil umum perlu industri besar. Sedangkan buggy car bisa dibuat di bengkel teknik kendaraan ringan di sekolah.
Saat dikendarai ke pameran pendidikan di Tasikmalaya dan Ciamis beberapa waktu lalu, kata Dedi, buggy car bisa masuk jalan tol. Petugas patroli sempat menghentikannya. "Ternyata dia cuma tanya mesinnya apa," katanya. Bekal mobil itu hanya surat pengantar dari kepolisian sektor dekat sekolah.
Mobil itu dibuat untuk kalangan tertentu dan tempat yang terbatas. Misalnya wisata pantai, juga off road di hutan atau padang pasir. Harga jual mobil itu yang telah dipesan berkisar Rp 40-70 juta, tergantung pada jenis dan jumlah kursinya.
Kunjungan pejabat tinggi ke sekolah untuk melihat mobil karya sekolah baru dilakukan pertama kali ini. Padahal buggy car sudah dirintis pembuatannya sejak 2009. Sponsor sekolah hanya dari dana Kementerian Pendidikan Nasional, dan paling besar dari sumbangan orang tua siswa.
Pembuatan purwarupa buggy car pertama menghabiskan Rp 100 juta lebih. Mesin impor dicari sendiri karena pabrik mobil mitra sekolah tak membantu sepotong komponen pun. "Sekarang sudah ada, dikasih satu mesin, tapi nggak lengkap," kata Irfan, guru pembimbing.
Adapun Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Oji Mahroji mengatakan pihaknya hanya bisa mengajak tapi tidak bisa memaksa produsen mobil membantu komponen kendaraan untuk sekolah.
ANWAR SISWADI