TEMPO.CO, Jakarta - Kasus dua anak yang tewas di tahanan kepolisian terus bergulir. Sekretaris Jendral Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan terdapat kejanggalan dari hasil pemeriksaan forensik terhadap dua jasad kakak beradik yang diduga gantung diri di dalam tahanan Polsek Sijunjung, Sumatera Barat..
"Tapi dari fakta itu terdapat banyak fakta-fakta yang janggal, misalnya hasil data forensik mengatakan ada memar," ucapnya di kantor Komisi Nasional Perlindungan Anak, Rabu, 11 Januari 2012.
Ia mengatakan, menurut keterangan ibunya saat korban masih hidup, ibunya sempat mengantarkan nasi dan ia melihat anaknya sudah tidak bisa berjalan lagi. Ada kejanggalan yang lain ketika jasad diterima keluarga, badan digerak-gerakan, tapi kepalanya tidak bergerak. "Ketika badannya bergerak, tapi kepalanya tidak bergerak, ini ada indikasi patah leher," jelasnya.
Menurutnya, dalam logika hukum bahwa bunuh diri dua orang kakak beradik di toilet itu juga masih diragukan. "Forensik juga meragukan itu," tegasnya. Kemudian ia menjelaskan forensik baru mengeluarkan hasil otopsi tanggal 4, tapi kepala kepolisian daerah setempat sudah mengumumkan anak itu bunuh diri pada tanggal 2. "Ini ada apa?" ucapnya.
Faisal Akbar, 15 tahun, dan Budri, 18 tahun, ditemukan meninggal di dalam tahanan Polsek Sijunjung, Sumatera Barat. Faisal dan Budri ditemukan tewas di dalam kamar mandi tahanan anak Polsek Sijunjung pada 28 Desember 2011 lalu. Keduanya ditemukan dalam posisi tergantung dengan seutas tali menjerat lehernya.
Faisal ditahan sejak 21 Desember 2011 karena mencuri sebuah kotak amal masjid. Saat diperiksa, Faisal mengaku pernah mencuri 19 sepeda motor bersama kakaknya, Budri. Kemudian, pada 26 Desember itu, Budri juga ditahan.
Setelah diperiksa pada 27 Desember 2011, mereka ditempatkan di dalam tahanan. Keesokan harinya, keduanya ditemukan tewas. Pihak keluarga yang mengambil jenazah awalnya tak mengizinkan polisi untuk melakukan otopsi.
AFRILIA SURYANIS