TEMPO.CO, Jakarta - Terapresiasinya mata uang regional serta menguatnya bursa Jakarta mampu menopang penguatan rupiah. Sempat ditransaksikan di atas level 9.200 per dolar Amerika Serikat (AS), rupiah akhirnya berhasil menguat tipis di akhir perdagangan.
Nilai tukar rupiah kemarin ditutup menguat tipis 15 poin (0,16 persen) ke level 9.170 per dolar AS. Meredanya superior dolar AS terhadap mata uang dunia mampu menahan pelemahan rupiah.
Pengamat pasar uang dari Bank Saudara, Rully Nova, mengemukakan, masih berlarutnya kekhawatiran krisis utang Eropa membuat tekanan terhadap rupiah masih cukup besar sehingga mata uang lokal sempat ditransaksikan hingga di atas level 9.200 per dolar AS.
Rupiah hari ini akan ditransaksikan di kisaran 9.150 hingga 9.200 per dolar AS. Kekhawatiran turunnya suku bunga membuat rupiah masih berada dalam tekanan.
Namun konsistensi BI menjaga mata uangnya di pasar membuat pelemahan rupiah juga tidak terlalu dalam.
Masih terbukanya penurunan suku bunga BI Rate setelah inflasi pada 2011 kemarin di bawah 4 persen juga turut membebani nilai tukar rupiah menjelang Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, besok. Akibat ketidakpastian kondisi di Eropa, cenderung melemahnya nilai tukar rupiah, serta antisipasi tingginya inflasi pada Januari, Rully memperkirakan, bank sentral akan mempertahankan BI Rate di level 6 persen.
Saat Amerika dilanda krisis subprime mortgage, The Fed menyerap aset beracunnya dengan mencetak uang sehingga krisis dapat segera berlalu. Namun, karena para pemimpin Eropa terlalu bersikap hati-hati dan bertele-tele, euro semakin terpuruk hingga sempat berada di level US$ 1,27. “Mereka beranggapan bahwa, dengan mencetak uang, akan memicu inflasi,” ucap Rully.
PDAT | VIVA B. KUSNANDAR