TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Boediono menilai peran sektor pertanian dalam kurun waktu 10 hingga 40 tahun ke depan masih strategis. Jika dilihat perkembangannya, perlu ada satu pola terkait pembangunan sektor pertanian yang harus dicapai, yaitu peningkatan produktivitas.
"Kemajuan ekonomi bangsa-bangsa di dunia menunjukkan pencapaian produktivitas yang sustainable bisa membawa perbaikan di berbagai sektor, baik pertanian, manufaktur, dan jasa," kata Boediono dalam kata sambutannya di acara Raker Nasional Pembangunan Pertanian 2012, di kantor Kementerian Pertanian, Rabu, 11 Januari 2012.
Sayangnya, di Indonesia, tren peningkatan produktivitas pertanian nasional sempat mengalami naik-turun. Boediono menyebutkan, pada 1970-an hingga 1990-an, sektor pertanian menunjukkan peningkatan produktivitas sebesar 2,4 persen. Namun, pada pertengahan 1990-an hingga 2001, mengalami penurunan sebesar 0,6 persen. Setelahnya, produktivitas mengalami stagnansi.
"Ada beberapa tahun yang produktivitasnya naik, seperti tahun 2009 naik, tapi tetap trennya stagnan," ujarnya. Karena itu, Boediono meminta Kementerian Pertanian membalik tren produktivitas itu sehingga bisa kembali meningkat. Sebab dukungan pemerintah terhadap produktivitas dinilai sudah cukup besar.
Melihat terjadinya penurunan produktivitas, kata Wapres, penelitian dan pengembangan sektor pertanian akan menjadi sangat penting. "Ini bukan sekadar penemuan di laboratorium, tapi bagaimana implementasinya di lapangan, khususnya ke petani," ujarnya.
Meski begitu, Boediono mengakui keterbatasan anggaran jadi satu kendala yang mempengaruhi produktivitas dan pengembangan. Apalagi anggaran penelitian dan pengembangan di sektor pertanian di Indonesia dinilai paling rendah dibanding negara-negara ASEAN lainnya. "Anggaran ini harus ditingkatkan untuk mencapai produktivitas," kata Boediono lagi.
Saat ini anggaran sektor pertanian meningkat pesat dalam 3-4 tahun ini. Pada 2009, anggaran di sektor pertanian sebanyak Rp 8,2 triliun, sedangkan tahun ini melonjak dua kali lipat menjadi Rp 17,8 triliun.
Jumlah itu belum termasuk berbagai subsidi, seperti subsidi pupuk Rp 16 triliun, subsidi bunga Rp 500 miliar, dan subsidi benih Rp 300 miliar. "Jadi dari segi anggaran harusnya tidak ada keluhan untuk meningkatkan produktivitas. Harus bisa membalik tren produktivitas itu," kata Boediono.
ROSALINA | ANT