TEMPO.CO, Jakarta - Dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indoensia hari ini, Kamis, 12 Desember 2012, suku bunga BI Rate dipertahankan di level 6 persen. Alasannya, level itu dianggap masih sejalan dengan pencapaian sasaran inflasi ke depan, upaya menjaga stabilitas sistem keuangan, serta tetap kondusif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi domestik di tengah ketidakpastian perekonomian global.
Alhasil, di pasar uang sore ini nilai tukar rupiah ditutup menguat 10 poin (0,1 persen) ke level 9.170 per dolar AS. Adanya ekspektasi bank sentral akan memangkas suku bunganya seiring dengan rendahnya laju inflasi membuat rupiah bergerak lebar di kisaran 9.100 hingga 9.200 per dolar AS.
Pengamat pasar uang dari PT Monex Investindo Futures, Apelles R.T. Kawengian, menjelaskan dipertahankannya suku bunga acuan BI Rate di level 6 persen mampu meredakan kekhawatiran para pelaku pasar. Sebab dengan turunnya suku bunga membuat imbal hasil (yield) investasi dalam mata uang rupiah menjadi kurang menarik saat ini.
Italia dan Spanyol yang akan kembali menerbitkan obligasi menjadi perhatian investor global. “Pasar akan melihat respons dari hasil penjualan obligasi tersebut serta menjadi indikator kondisi kawasan Eropa,” tutur Apelles.
Ancaman resesi di zona Eropa, melambatnya perekonomian Cina, serta terus membaiknya data ekonomi AS yang dirilis membuat dolar superior terhadap mata uang utama dunia dan mata uang Asia, termasuk rupiah. Dengan begitu indeks dolar AS terhadap enam mata rival utamanya kembali berada di atas level 81.
Masih terbukanya penurunan suku bunga seiring dengan rendahnya inflasi serta membaiknya data ekonomi AS membuat penguatan rupiah masih akan mengalami ganjalan. Namun fundamental makroekonomi domestik rupiah yang masih solid serta bank sentral tetap konsisten menjaga mata uangnya di pasar membuat pelemahan rupiah agak terbatas.
VIVA B. KUSNANDAR