TEMPO.CO, Jakarta - Dalam dua tahun terakhir, dua pilot dari maskapai Lion Air tertangkap tangan tengah mengonsumsi narkoba. Pada 2011, petugas menangkap Moh Nasri dengan barang bukti pil ekstasi dan sabu-sabu. Sedangkan pada Selasa kemarin, pilot Hanum Adhyaksa ditangkap Badan Narkotika Nasional ketika pesta sabu di Grand Clarion Hotel, Makassar, Sulawesi Selatan.
Melihat tangkapan itu, pengamat penerbangan yang juga mantan pilot, Alvin Lie, memberikan tanggapannya. Berikut obrolan Tempo dengan Alvin.
Tempo (T): Bagaimana tanggapan Anda tentang pilot nyabu?
Jawab (J): Pilot yang menggunakan narkoba itu sembrono, tidak bertanggung jawab. Itu sama saja dia sudah menyalahi etika. Sejak pelatihan, pilot sudah ditanamkan disiplin serta tanggung jawab terhadap nyawa penumpang dan manusia yang di sekitar pesawat.
T: Maksudnya nyawa manusia di sekitar pesawat?
J: Misalnya begini, saat harus melakukan pendaratan darurat, pilot harus jeli memilih lokasi yang jauh dari permukiman atau lokasi aktivitas penduduk sehingga bisa meminimalisasi jatuhnya korban meninggal atau terluka.
T: Apakah begitu bahayanya bila seorang pilot nyabu?
J: Sangat. Jika dia pakai narkoba, tidak mungkin bisa mengendalikan pesawat dengan baik. Jangankan narkoba, selama 12 jam sebelum terbang pun pilot dilarang minum alkohol, bahkan bir juga dilarang.
Dalam menerbangkan pesawat, pilot harus berkonsentrasi penuh. Sebab, semua fungsi tubuh seperti otak, mata, dan mulut, semua bekerja. Satu jam terbang saja itu rasanya capek sekali.
Bahkan, banyak pilot yang tidak berani terbang saat terserang flu atau pilek karena kondisi yang tidak fit membuat respons melambat. Sedangkan dalam bertugas pilot harus mengambil keputusan dalam hitungan detik, sebab kalau tidak pesawat bisa melenceng atau jatuh.
Kalau pilot nyabu, bagaimana dia bisa konsentrasi. Menyetir mobil saja bisa tidak lurus, apalagi terbangkan pesawat.
T: Apa yang harus dilakukan maskapai agar tidak ada pilot nyabu lagi?
J: Perusahaan memang tidak bisa mengawasi tiap pilot dalam 24 jam. Tapi manajemen bisa membuat aturan tes urine pilot secara random. Seperti mengambil sampel urine pilot secara acak sebelum mereka terbang.
Tes urine itu hanya memakan waktu 10-15 menit dan pilot tidak akan tahu siapa yang akan dicek urinenya pada hari ini. Jadi, mau tidak mau mereka akan jauh dari narkoba agar lolos tes urine yang dilakukan sewaktu-waktu itu.
T: Selama ini tidak ada tes urine bagi pilot atau kru penerbang lainnya?
J: Ada. Tes itu diadakan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara tiap enam bulan sekali. Tapi setahu saya, tes tersebut tidak untuk mengecek kandungan narkoba dalam tubuh. Hanya untuk mengetahui kesehatan si pilot secara umum.
T: Apakah pilot merupakan satu profesi yang mudah dijadikan jalur peredaran narkoba? Mengingat mereka kerap keluar masuk pelbagai negara.
J: Tidak juga. Sebab selayaknya penumpang, pilot dan kru penerbang juga harus melalui Imigrasi dan Bea Cukai. Gerak-gerik mereka tidak terlalu leluasa. Terbukti dengan tertangkapnya pilot Malaysia yang membawa narkoba saat masuk Sydney.
T: Selama Anda jadi penerbang, pernah menemui kasus pilot nyabu?
J: Sejauh pengetahuan saya, di Indonesia baru dua kali terjadi. Keduanya dari Lion Air. Tapi menurut saya, pilot nyabu itu bukan gejala umum, ini hanya sebuah pengecualian saja. Sepanjang saya berteman dengan pilot pesawat komersial, mereka cukup disiplin menjauhi alkohol dan narkoba.
T: Apa yang harus dilakukan maskapai terhadap pilot nyabu?
J: Kalau terbukti, cabut izin terbangnya. Jangan hanya dibekukan. Orang seperti itu tidak pantas berprofesi sebagai pilot karena membahayakan banyak orang.
CORNILA DESYANA
Berita terkait:
Dicokok, Izin Terbang Pilot Lion Nyabu Dibekukan
Asosiasi: Tak Ada Alasan Membenarkan Pilot Nyabu
