TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan beberapa aktivis mengajukan gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Intelijen Negara. Menurut Wahyudi Djafar, Koordinator Kuasa Hukum Elsam, sejumlah pasal dalam undang-undang tersebut bisa mengancam hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan sipil. "Ada sejumlah definisi dalam pasal-pasal yang multitafsir," kata Wahyudi di Cikini, Jakarta, Selasa, 17 Januari 2012.
Wahyudi mengatakan definisi yang disebut pasal karet itu setidaknya terdapat dalam 16 pasal. Misalnya, definisi keamanan nasional yang batasnya terlalu luas. Hal itu berpotensi membuka peluang aparat bertindak represif. Batas informasi rahasia intelijen, Wahyudi memberi contoh lain, juga sebagai bentuk ancaman kebebasan sipil dan pers. Itu karena definisinya sangat multitafsir. Tidak adanya kategorisasi informasi rahasia intelijen akan membuahkan kriminalisasi terhadap informasi publik. "Itu bertentangan dengan konstitusi UUD 1945," kata Wahyudi.
Dalam uji materi yang sudah didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi pada 5 Januari lalu para penggugat juga menuntut Mahkamah mengubah sanksi bagi pembocor informasi. Menurutnya, yang dapat dijerat dengan pasal pembocoran informasi rahasia intelijen hanya diarahkan kepada aparat Badan Intelijen Negara. Jika masyarakat juga menjadi obyek pasal itu akan menjadi ancaman serius terhadap kebebasan informasi bagi publik. "Yang terkena imbas dengan signifikan adalah wartawan yang memiliki akses informasi luas," ujar Wahyudi.
Menurut Al Araf, peneliti Imparsial, saat ini ada upaya pemerintah yang makin intensif melakukan intrusi terhadap kehidupan privat masyarakat. Hal itu terlihat dengan penguatan mekanisme penyadapan di berbagai undang-undang. "Mulai dari UU ITE hingga UU Intelijen Negara," kata Al Araf.
Menurut dia, uji materi ini menjadi ambang batas penting dalam reformasi sektor keamanan. Jika uji materi ini tidak dikabulkan Mahkamah, hal itu akan menjadi langkah mundur terhadap reformasi sektor keamanan. Selain Elsam dan Imparsial, gugatan uji materi itu disampaikan secara bersamaan oleh Aliansi Jurnalis Independen, Setara Institute, YLBHI, serta sejumlah aktivis dan korban operasi intelijen di masa lalu.
DIMAS SIREGAR