TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan menyatakan telah terjadi kasus flu burung di Indonesia pada 2012. Kasus itu menimpa ASR, seorang anak perempuan berusia 5 tahun yang tinggal di Tanjung Priok. Ia meninggal pada 18 Januari lalu. Pemerintah pun meningkatkan kewaspadaan dini untuk mencegah menularnya penyakit tersebut.
Kasus yang terjadi pada ASR adalah kasus kedua pada 2012. Beberapa hari sebelum ASR meninggal, PDY, yang juga paman dari ASR, meninggal akibat flu burung. Meski begitu, Menteri Kesehatan menegaskan kasus yang terjadi pada ASR bukanlah cluster (penularan dari orang ke orang).
“Kalau cluster itu penularan dari orang ke orang. Ini tidak, sumbernya sama. Sudah diinvestigasi ternyata anak itu tinggal serumah dengan pamannya,” kata Endang usai Rakor Kesra pada Jumat 20 Januari 2012 di Kementerian Kesehatan. Hadir dalam rapat tersebut Menko Kesra Agung Laksono, Menteri Pertanian, Kepala Bappenas, serta sejumlah menteri lainnya.
Endang menyatakan sumber flu burung yang menimpa ASR dan PDY adalah dari unggas jenis merpati. ASR sering diajak main burung merpati dan sering berada di lokasi yang ada unggas tersebut.
Karena itu Endang menegaskan meski ada hubungan keluarga, kasus yang terjadi pada ASR dan PDY bukanlah sinyal terjadinya pandemi. Sebab, pandemi terjadi jika ada sinyal epidemiologi (penularan dari orang ke orang) serta sinyal virulogi dalam bentuk mutasi. “Masa inkubasinya itu berdekatan dengan pamannya, jadi kita bisa menduga sumbernya sama (unggas),” kata Endang.
Sebanyak 52 orang yang pernah kontak dengan ASR, baik dari keluarga maupun rumah sakit, juga telah dilakukan pemeriksaan dan hasilnya negatif.
Sejak ditetapkan pada 2006, status kejadian luar biasa (KLB) kasus flu burung hingga kini belum diubah. Kementerian Kesehatan, kata Endang, tetap meningkatkan kewaspadaan dini. Ini dilakukan melalui surveilans baik di Puskesmas maupun rumah sakit-rumah sakit.
Kewaspadaan dini di Puskesmas dilakukan dengan mengambil specimen (cairan di tenggorokan) orang yang flu. “Flu biasa saja diambil spesimennya, kemudian diperiksa apakah ini virusnya biasa (flu seasonal) atau H5N1,” kata Endang. Sementara di rumah sakit, surveilans dilakukan pada khusus pada orang yang sakit paru-paru berat akut.
Selain melakukan survailans, Kementerian juga menyiapkan rumah sakit rujukan flu burung. Sejak 2007, telah ada 100 rumah sakit rujukan di seluruh Indonesia. Endang mengakui dari 100 rumah sakit itu kemampuannya berbeda. Sekitar 80 rumah sakit sudah punya ruang isolasi, ada pula yang sudah lengkap dengan ruangan dengan bertekanan negatif dengan jumlah sekitar 20-an. Endang menyatakan pihaknya akan terus melengkapi rumah sakit tersebut .
Kerja sama lintas kementerian juga dilakukan, misalnya dengan Kementerian Pertanian dengan dinas peternakannya dalam melakukan survailans. Peningkatakan kemampuan laboratorium juga dilakukan. Endang mengatakan kasus flu burung termasuk jarang. “Kalau jarang berlatih begitu ada kasus mereka bisa lupa lagi. Jadi perlu ada latihan, simulasi-simulasi,” katanya.
Sementara untuk logistik, Kementerian Kesehatan menyediakan Osel Tamivier yang disebarkan ke 33 provinsi. Selain itu, buffer stock di pusat juga disediakan sebanyak 1 juta dus. Juga ketersediaan alat pelindung diri yang jumlahnya cukup. “Sementara ini kesiapsiagaan kita cukup tinggi,” tambahnya.
Sementara itu, Menko Kesra Agung Laksono mengatakan penanganan flu burung di Indonesia cukup baik. “Grafiknya menurun tajam,” kata Agung. Kasus yang terjadi pada ASR adalah kasus ke 184 yang terjadi di Indonesia sejak 2005.
AMIRULLAH