TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat energi Marwan Batubara menilai rencana pemerintah untuk membatasi BBM terindikasi ditunggangi kepentingan asing. Menurut Marwan, kebijakan pembatasan itu dicurigai memang sudah untuk mengakomodasi kepentingan asing. “Jangan-jangan memang sudah kepentingan asing itu,” kata Marwan, di Jakarta, Ahad 22 Januari 2012.
Marwan menilai kepentingan asing itu terlihat jelas dari rencana pembatasan BBM yang mengharuskan pemakai kendaraan pribadi mengisi bensin Pertamax. Pertamina yang masih belum memiliki bahan kimia untuk meningkatkan oktan bensin menjadi salah satu titik krusial dari permainan BBM yang bisa dilakukan oleh pihak asing. “Karena Pertamina harus impor bahan oktan tersebut,” kata Marwan.
Dengan posisi Pertamina harus mengimpor bahan oktan itu luar negeri, menurut Marwan, sangat mudah bagi pihak asing untuk memainkan harga. Jika harga bahan oktan itu tinggi, kata Marwan, otomatis Pertamina juga harus menjual pPrtamax dengan harga tinggi untuk menutupi biaya produksi. “Jika demikian, bisa saja Pertamax lebih mahal daripada di SPBU asing, sehingga konsumen beralih ke SBPU asing tersebut,” ujar Marwan menjelaskan.
Indikasi itu juga sudah dilihat oleh Marwan sendiri. Beberapa tahun terakhir, SPBU asing itu sudah makin gencar membangun SPBU sendiri. Menurut Marwan, secara keseluruhan para produsen BBM asing seperti Shell, Total, dan Petronas diperkirakan akan membuka ratusan SPBU di seluruh Indonesia. “Bahkan 6 SPBU Petronas yang tutup di Jabodetabek akan beroperasi kembali,” kata Marwan.
Chandra Tirta Wijaya, anggota DPR dari Fraksi PAN, juga menilai rencana pemerintah membatasi BBM itu akan semakin membesarkan usaha SPBU asing di Indonesia. Menurut Chandra, selain membuat usaha SBPU asing makin besar, pembatasan BBM juga akan membuka pintu semakin lebar bagi mafia BBM yang selama ini sering beroperasi. “Bahkan seperti Petronas yang sudah tutup sudah mulai bergairah lagi,” ujar Chandra.
Pemerintah sendiri akan menerapkan kebijakan untuk membatasi penggunaan Premium bagi pengguna kendaraan pribadi. Pemerintah beralasan pemberian subsidi untuk bensin jenis Premium tidak tetap sasaran dan sangat membebani APBN. Rencananya, kebijakan itu akan mulai efektif berlaku per 1 April 2012.
DIMAS SIREGAR