TEMPO.CO, Jakarta - Dinaikkannya peringkat Indonesia oleh lembaga rating Moody's menjadi Baa3 sehingga masuk ke level investment grade pekan lalu mampu memicu rupiah terapresiasi hingga di bawah level 9.000 per dolar Amerika Serikat.
Setelah sempat tertekan hingga ke level 9.200 per dolar AS dalam beberapa pekan sebelumnya, rupiah berhasil menguat cukup kencang minggu lalu. Bertahannya suku bunga BI Rate di level 6 persen, serta naiknya peringkat investasi Indonesia ke level layak investasi, mampu menjadi titik balik bagi penguatan rupiah.
Walhasil, Jumat lalu nilai tukar rupiah ditutup di level 8.948 per dolar AS, yang berarti menguat 232 poin (2,5 persen) dari posisi pekan sebelumnya di 9.948. Meskipun pasar libur, di pasar Non Deliverable Forward (NDF) kemarin rupiah ditransaksikan melemah 12 poin ke level 8.960 per dolar AS.
Pengamat pasar uang dari Bank Saudara, Rully Nova, menjelaskan, perhatian pasar yang lebih fokus pada pelonggaran likuiditas oleh pemerintah Cina untuk mendorong pertumbuhan membuat para pelaku pasar mengabaikan terancamnya Yunani akan mengalami gagal bayar utangnya akhir bulan ini. Membaiknya berbagai data ekonomi AS maupun Eropa juga turut meredakan kekhawatiran investor terhadap perlambatan ekonomi global.
Membaiknya peringkat Indonesia serta kondusifnya pasar finansial global mampu dimanfaatkan rupiah untuk menguat hingga berada di bawah level 9.000 per dolar AS pekan lalu. Untuk jangka pendek sangat menguntungkan rupiah. "Tetapi, untuk jangka panjang, kondisi perkembangan Eropa serta potensi penurunan suku bunga dapat membatasi penguatan rupiah," Rully memaparkan.
Sepanjang pekan ini nilai tukar rupiah masih akan cenderung menguat dan mencoba mendekati level 8.900 per dolar AS. "Faktor eksternal maupun domestik masih sangat mendukung apresiasi rupiah," kata Rully.
Menguatnya kembali mata uang Uni Eropa, euro di atas level US$ 1,30 yang membuat indeks dolar AS terhadap enam mata uang rival utamanya turun 0,44 poin (0,55 persen) ke level 79,783 semakin membuka peluang bagi apresiasi rupiah.
PDAT| VIVA B. KUSNANDAR