TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono mengaku prihatin dengan kondisi infrastruktur penyelenggaraan jaminan sosial dan kesehatan di Indonesia. Ia mengatakan perlu kerja keras untuk mempersiapkan hal itu. "Saya cukup prihatin, tapi perlu tetap optimistis," katanya kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 31 Januari 2012.
Ia mencontohkan, Indonesia belum memenuhi ketentuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai infrastruktur kesehatan. Menurut WHO, jumlah rumah sakit kelas tiga seharusnya minimal satu persen dari jumlah penduduk di suatu negara. Namun di Indonesia baru terdapat 120 ribu rumah sakit kelas tiga.
Pada 28 Oktober 2011 lalu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Undang-undang ini melebur semua badan usaha milik negara yang bergerak dalam sistem jaminan sosial menjadi dua badan hukum yang langsung bertanggung jawab kepada presiden, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Agung mengatakan BPJS Kesehatan diharuskan sudah beroperasi per 1 Januari 2014. Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015. "Dua tahun bukan waktu yang panjang," katanya. Maka infrastruktur perlu dipersiapkan dengan baik.
Pemerintah juga sedang mempersiapkan aturan-aturan turunan untuk melaksanakan undang-undang itu. Agung menjanjikan, sebelum 1 November 2012, semua ketetapan menteri sudah selesai.
Agung menegaskan pelaksanaan Undang-Undang BPJS harus profesional. Penyelenggaraannya harus lepas dari intervensi kepentingan-kepentingan tertentu. "Dana ini harus benar-benar bisa dinikmati masyarakat," katanya.
Suryo Bambang Sulisto, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, mengatakan pengusaha siap menyesuaikan diri dengan perubahan sistem jaminan sosial itu. Namun ia menekankan pemerintah perlu memperhatikan betul tata kelolanya. "Badan pengelola harus memastikan dana itu digunakan untuk kesejahteraan pekerja," katanya.
GADI MAKITAN