TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum diminta bersikap legowo dan segera mundur dari jabatannya. Sebagai Ketua Umum, Anas dinilai terlalu mementingkan kepentingan pribadi sehingga tidak memperhatikan merosotnya kepercayaan publik terhadap partai.
"Dengan energi yang harus dia berikan untuk mengurusi persoalan hukum yang menyeretnya, Anas seharusnya mundur dan melepas jabatannya," ujar peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Sri Yanuarti, Rabu, 1 Februari 2012.
Sikap Anas yang aktif membentengi diri dari desakan untuk mundur dinilai justru menunjukkan ketidakdewasaan politik. Seperti diberitakan, Anas terus mengumpulkan dukungan dari berbagai Dewan Pimpinan Daerah agar tetap menyokongnya. Sri menilai sikap ini hanya menunjukkan keinginan Anas untuk semata-mata mempertahankan kewibaan dan eksistensinya.
Alasan Anas bertahan karena belum ditetapkan bersalah dan tersangka oleh KPK dinilai Sri sangat tidak tepat. “Kalau saya justru ketika dia belum ditetapkan sebagai tersangka itulah mundur supaya konsentrasi mengurusi perkara," tutur dia.
Sri mengakui, sikap bertahan Anas banyak dipengaruhi budaya politik di Indonesia yang belum mau mundur secara terbuka. Berbeda dengan pejabat publik di Jepang, misalnya, yang langsung mundur jika tersandung masalah.
Di sisi lain, Sri mengkritisi sikap Demokrat yang belakangan mengeluarkan surat mengatur etika komunikasi anggotanya. Surat itu semestinya tidak perlu dibuat jika memang tidak ada suara-suara yang mendesak Anas mundur. Surat yang dinilai untuk meredam suara yang meminta Anas mundur itu, menurut Sri, merupakan bentuk pembredelan politik.
“ Jika Anas mau mendengarkan saran beberapa Dewan Pembina untuk mundur, tidak akan ada kader partai yang bicara pada media, " katanya.
IRA GUSLINA