TEMPO.CO, Jakarta - Terapresiasinya mata uang Asia dan naiknya harga saham di bursa domestik mampu memicu penguatan rupiah. Tercapainya kesepakatan pembicaraan antara Yunani dan para kreditor swasta membuat pasar finansial global kondusif sehingga mendorong penguatan bursa dan mata uang Asia.
Dalam transaksi kemarin nilai tukar rupiah ditutup menguat tipis 5 poin ke level 8.988 per dolar Amerika Serikat (AS). Terdepresiasinya dolar terhadap mata uang utama dunia membuat tekanan terhadap rupiah juga mereda sehingga rupiah kembali berada di bawah 9.000 per dolar AS.
Pengamat pasar uang dari PT Monex Investindo Futures, Yohanes Ginting mengemukakan, adanya kesepakatan Yunani dengan para kreditornya mampu meredakan kekhawatiran para pelaku pasar. Mata uang euro yang kembali menguat di level US$ 1,31 membuat dolar AS cenderung melemah terhadap mata uang utama lainnya.
Inflasi bulan Januari yang diperkirakan masih wajar membuat rupiah akan berada dalam kisaran 9.000 per dolar AS. “Melambatnya pertumbuhan ekonomi global membuat inflasi juga akan sedikit melambat, namun tidak akan banyak mempengaruhi rupiah,” ucapnya.
Hari ini Yohanes memprediksikan rupiah akan cenderung menguat dan bergerak dalam kisaran 8.950 - 9.020 per dolar AS. Isu pembatasan bahan bakar minyak bersubsidi dan kenaikan tarif listrik masih bersifat wacana. Jadi tidak akan mempengaruhi pergerakan rupiah dalam jangka pendek.
Isu yang ada dipasar saat ini adalah masalah kesepakatan Yunani, maka setelah tercapai kesepakatan pasar kembali kondusif. Setelah masalah Yunani mereda, perhatian investor akan tertuju pada perkembangan Portugal yang diperkirakan juga akan membutuhkan dana talangan kedua. Selain itu, pelaku pasar juga mencermati penerbitan obligasi negara kawasan Eropa. Bila surat utang negara Eropa kembali tidak diminati sehingga memicu lonjakan imbal hasil akan menjadi masalah baru lagi,” tuturnya.
VIVA B. KUSNANDAR