TEMPO.CO , London - Kedutaan Suriah di berbagai negara menjadi target aksi massa yang menentang pemerintahan Presiden Bashar al-Assad. Protes ini ditengarai disebabkan oleh adanya pemberitaan media atas terbunuhnya 200 orang di Kota Homs oleh pasukan Suriah.
"Kami ingin menutup kedutaan," ujar seorang pengunjuk rasa yang berorasi di depan Kedutaan Besar Suriah di Inggris, seperti dikutip dalam laman Washingtonpost.com Minggu, 5 Februari 2012.
Aksi protes terhadap Bashar terjadi di Inggris, Yunani, Jerman, Australia, Mesir, dan Kuwait. Umumnya aksi protes berjalan brutal. Mereka merusak fasilitas serta barang-barang kedutaan, bahkan melemparinya dengan batu, hingga menyebabkan pecahnya jendela-jendela.
Presiden Australia Kevin Rudd menyesalkan kejadian perusakan fasilitas Kedutaan Besar Suriah. "Polisi Federal Australia sedang menyelidiki insiden ini. Perilaku demikian tidak dibenarkan di Australia," ujarnya.
Di Yunani, polisi menahan 13 demonstran: 12 berkewarganegaraan Suriah, dan satu lainnya Irak. Sama halnya dengan Yunani, Inggris telah menahan 12 orang yang diduga melakukan perusakan fasilitas kedutaan.
Massa yang berunjuk rasa terbilang cukup banyak. Di Jerman protes dilakukan 30 orang, Inggris 150 orang, Australia berjumlah 40 orang. Umumnya aksi-aksi ini meneriaki turunnya Bashar al-Assad. "Mubarak telah lengser, Bashar selanjutnya," ujar pengunjuk rasa.
Suriah telah bergejolak selama 11 bulan terakhir akibat situasi politik dalam negeri. Pemerintah dituding telah banyak melanggar hak asasi manusia dan kerap melakukan aksi-aksi militer. Akibat tragedi krisis politik ini, 5.000 orang diduga tewas. "Jumlah tersebut termasuk 300-an anak-anak," ujar Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, Navi Pillay, Desember 2011 silam.
Masyarakat internasional, melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa, telah dua kali mencoba menyelamatkan keadaan di Suriah. Rancangan resolusi pertama disiapkan pada Oktober 2011, dan kedua 4 Februari 2012. Namun kedua rancangan resolusi yang dikeluarkan Dewan Keamanan PBB, ditolak oleh pemegang hak veto, Rusia dan Cina. Rusia dan Cina menganggap resolusi yang dikeluarkan DK belum mencerminkan kebijakan yang tepat untuk mengakhiri kisruh politik di Suriah.
WASHINGTONPOST| CNN| ANANDA PUTRI