TEMPO.CO, Jakarta -Ekonom Universitas Gadjah Mada, Tony Prasetyantono, memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2012 tak akan setinggi tahun lalu yang berada di level 6,5 persen. "Pasti dibawah 6,5 persen," ujarnya kepada Tempo, Senin 6 Februari 2012.
Menurut perhitungan Tony, pertumbuhan ekonomi bakal berada di kisaran 6 sampai 6,3 persen. Angka ini dinilai wajar mengingat pertumbuhan Cina dan India juga terkoreksi turun. Pertumbuhan Cina diprediksi turun dari 9,5 persen menjadi 8,8 persen. Sedangkan India diproyeksi turun dari 8,2 persen menjadi 7,7 persen.
"Tidak mungkin yang lain slowdown, kita paling bagus sendiri,"ujarnya. Tony menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih didorong konsumsi domestik. Konsumsi domestik akan tetap tinggi, meski bakal sedikit terkoreksi turun.
Kenaikan bahan bakar minyak bersubsidi dan tarif dasar listrik dinilai Tony tak akan berpengaruh besar pada inflasi yang kemudian mempengaruhi konsumsi domestik. Menurut perhitungannya, jika p jadi menerapkan dua kebijakan tersebut, inflasi naik menjadi 5,5 persen.
"Masih dalam batas kemampuan orang Indonesia," ujarnya.
Tony mengkritik proyeksi pertumbuhan ekonomi pemerintah dan Bank Indonesia. Ia menilai pemerintah terlalu ngotot jika tetap menggunakan proyeksi sebelum gejolak ekonomi kuartal IV 2011, yang berada di level 6,7 persen. Tony juga mengkritik tentang batas atas proyeksi pertumbuhan ekonomi versi Bank Indonesia yang berada di level 6,7 persen, meski batas bawahnya masih masuk akal di level 6,3 persen.
"Masa lebih baik dari tahun lalu," ujarnya.
Menurut Tony, pertumbuhan ekonomi Indonesia bahkan berpotensi turun hingga 5,8 persen jika minyak dunia terus bergerak naik. "Jika meningkat menjadi US$ 120 per barel otomatis harga BBM naik lebih besar dari yang diperkirakan sekarang," ujarnya. Potensi ini dinilainya mungkin saja terjadi. Terlebih melihat upaya penyelesaian krisis Eropa yang masih berupa solusi jangka pendek.
"Sulit menebak Eropa, apa yang tidak mungkin terjadi," ucapnya.
MARTHA THERTINA