TEMPO.CO, Semarang - Kalangan DPRD Jawa Tengah mendukung kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang akan mengalihfungsikan lahan Hutan Penggaron di Kabupaten Semarang seluas 500 hektare menjadi taman safari atau Jateng Park.
Anggota Komisi B DPRD Jawa Tengah Istajib menyatakan pembangunan taman safari ini akan mendatangkan dampak positif bagi Jawa Tengah. “Kita butuh destinasi wisata yang membanggakan supaya orang Jawa Tengah tak melihat obyek wisata di luar Jawa Tengah,” kata politikus PPP tersebut, Selasa, 7 Februari 2012.
Secara geografis, kata Istajib, Taman Safari Hutan Penggaron juga sangat strategis. Sebab, taman safari tersebut akan bisa ditempuh melalui jalan tol Semarang-Ungaran. Saat ini proses pembangunan Taman Wisata di Hutan Penggaron masih menunggu izin dari Kementerian Kehutanan.
Istajib meminta lembaga swadaya masyarakat di Jawa Tengah tak melakukan penolakan atas rencana tersebut. Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum Semarang memprotes alih fungsi lahan Hutan Penggaron untuk menjadi taman safari karena berpotensi akan merusak lingkungan dan menimbulkan bencana alam di masa mendatang.
“Saya cenderung, kalau LSM harusnya memberi kritik masukan saja. Kalau tolak jangan, kita enggak maju-maju kalau kita ditolak-tolak terus,” kata Istajib.
Jawa Tengah berencana mengalihfungsikan hutan seluas 500 hektare di Penggaron Semarang menjadi taman safari. Saat ini, luas hutan Penggaron tinggal 1.500 hektar.
Menurut Kepala Program YLBHI-Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Erwin Dwi Kristianto, jika lahan Hutan Penggaron dijadikan taman safari atau yang disebut Jateng Park, maka akan menabrak aturan pemerintah pusat, dalam hal ini Keputusan Menteri Kehutanan. “Untuk itu, kami minta agar Hutan Penggaron tak usah dijadikan taman safari,” kata Erwin, Selasa, 7 Februari 2012.
Erwin menyatakan jika bicara aturan, maka kebijakan tukar-menukar kawasan hutan telah dituangkan dalam keputusan Menteri Kehutanan Nomor 292/KptsII/1995 tanggal 12 Juni 1995 jo Nomor 70/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001. Berdasarkan surat keputusan tersebut, tukar-menukar lahan hanya diperbolehkan untuk pembangunan proyek-proyek untuk kepentingan umum terbatas oleh instansi pemerintah atau untuk pembangunan proyek strategis, menghilangkan enclave dalam rangka mewujudkan kawasan hutan yang kompak sehingga memudahkan pengelolaan kawasan hutan, dan menyelesaikan pendudukan tanah kawasan hutan tanpa izin Menteri Kehutanan (okupasi) dan memperbaiki batas kawasan hutan.
Menurut Erwin, mengubah lahan hutan menjadi taman safari jelas tak masuk dalam kategori aturan tersebut. Sebab, lahan hutan menjadi taman safari sangat tidak mendesak dan tak ada kepentingan publiknya. “Sehingga alih fungsi kawasan untuk kepentingan wisata menyalahi ketentuan,” kata Erwin.
Selain itu, jika Hutan Penggaron dikurangi 500 hektare lagi untuk dijadikan taman safari, maka Semarang dan sekitarnya bisa jadi sudah tak punya daerah resapan lagi. Apalagi, Hutan Penggaron tersebut merupakan paru-parunya wilayah Semarang dan sekitarnya.
Selain itu sebanyak 97 spesies langka tinggal di Hutan Penggaron tersebut serta menjadi cadangan air tanah di beberapa daerah sekitarnya.
ROFIUDDIN