TEMPO.CO, Tangerang - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tangerang menilai tarif air bersih PT Aetra Air Tangerang memang sangat tinggi dan tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Kabupaten Tangerang. ”Tarif air bersih yang diberlakukan semestinya menyesuaikan dengan tarif air PDAM,” kata Ketua Komisi III Bidang Anggaran dan Pendapatan DPRD Kabupaten Tangerang, Muchlis, Selasa, 7 Februari 2012.
Aetra menetapkan tarif Rp 13 ribu per meter kubik untuk kalangan industri dan Rp 4.500 per meter kubik untuk golongan rumah tangga. Tarif ini dinilai jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan tarif air PDAM Tirta Kertaraharja milik Pemerintah Kabupaten Tangerang. Tarif air PDAM untuk golongan rumah tangga Rp 1.875 per meter kubik, Rp 8.050 untuk golongan industri kecil, dan dan Rp 9.800 untuk industri besar.
Oleh karena itu, kata Muchlis, dalam waktu dekat DPRD akan memanggil PT Aetra Air Tangerang untuk minta klarifikasi terkait penentuan besaran tarif air besihnya. “Karena sudah memberatkan, maka kami akan panggil Aetra,” katanya.
Muhlis juga meminta seluruh masyarakat maupun pelaku industri di Kabupaten Tangerang yang merasa diberatkan dengan tarif air Aetra untuk datang dan melaporkan keluhannya ke Komisi III DPRD. “Kita akan kaji persoalan itu untuk mencari solusi terbaik,” ujarnya.
Ditanya soal besaran tarif air Aetra, Muhlis mengaku tidak pernah dilibatkan dalam penentuan tersebut. “Jadi, Aetra kerja sama dengan pemerintah dan kami tidak pernah dilibatkan soal penentuan tarif air bersih tersebut,” katanya.
Muhammad Nawa Said Dimyati, anggota DPRD Kabupaten Tangerang dari Fraksi Demokrat, menyarankan agar masyarakat maupun industri di Kabupaten Tangerang tidak menggunakan air bersih Aetra bila memang merasa keberatan. “Saya rasa tidak ada satu aturan pun di Kabupaten Tangerang yang mengharuskan masyarakat atau industri menggunakan air bersih produksi Aetra. Terlebih bila tarif air tersebut memberatkan bagi masyarakat maupun industri,” ujarnya.
Menurut Nawa, kerja sama pemerintah swasta untuk pengolahan air bersih dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih. ”Bukan untuk memberatkan, tapi membantu,” katanya.
Tolok ukurnya, kata Nawa, kalangan pengusaha saja menolak tarif itu, apalagi masyarakat desa yang selama ini sudah terbiasa mengandalkan air irigasi dan air sungai. Selama ini masyarakat mendapatkan air dengan gratis, sekarang harus membayar dengan mahal. Menurut dia, hal tersebut akan menjadi kendala tujuan mulia dari program air bersih tersebut.
Tingginya tarif air bersih Aetra ini dikeluhkan oleh kalangan industri yang ada di wilayah Kabupaten Tangerang. Dengan berlangganan air Aetra, ongkos pemakaian air bersih jadi melonjak 50 kali lipat. ”Jika kami menggunakan air tanah hanya dikenai pajak Rp 400 ribu-Rp 500 ribu per bulan, tapi jika menggunakan air Aaetra biaya bisa mencapai Rp 19 juta-Rp 20 juta per bulan,” kata Titin Supriatin, Manager Personalia PT Ecofiber, produsen serat fiber di Pasar Kemis, Tangerang.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Tangerang Juanda Usman mengatakan pihaknya akan mengajukan keberatan terhadap tarif air bersih Aetra tersebut. ”Ini memberatkan, kami akan mengajukan keberatan secara tertulis,” katanya. Saat ini, kata Juanda, Apindo Kabupaten Tangerang sedang menginventarisasi perusahaan-perusahaan yang keberatan menggunakan air Aetra.
Padahal, kerja sama pengolahan air bersih antara Pemerintah Kabupaten Tangerang dan Aetra bertujuan untuk menghentikan pemakaian air tanah bagi kalangan industri sebagai langkah penanganan dan pengendalian lingkungan.
Berdasarkan kesepakatan kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Tangerang dengan PT Aetra Air Tangerang terkait pengolahan air bersih di wilayah itu, industri-industri yang terlewati jalur air bersih Aetra seperti di Sepatan, Pasar Kemis, Cikupa, Balaraja, dan Jayanti diminta untuk menghentikan pemakaian air tanah dan beralih menggunakan air bersih yang diproduksi Aetra.
JONIANSYAH