TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat sedang memprioritaskan penyelesaian Rancangan Undang-Undang (RUU) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), dan Pangan Olahan tahun ini.
"Tujuan RUU ini untuk melindungi masyarakat dari risiko alat kesehatan yang tak memenuhi standar dan penyalahgunaan obat-obatan," ujar Ketua Panitia Kerja Penyusunan RUU Dimyati Natakusumah di DPR, Jakarta, Selasa, 7 Februari 2012.
Menurut Dimyati, banyak produk farmasi, alat kesehatan, PKRT, dan pangan olahan yang diperdagangkan dan beredar di Indonesia tak aman bagi kesehatan. Selain itu, produk tersebut banyak juga yang tak memenuhi standar kesehatan sehingga berdampak buruk bagi kesehatan dan keamanan masyarakat. Padahal, uang yang beredar setiap tahunnya dalam bisnis ini mencapai Rp 300 triliun.
"Banyak korban karena masalah ini tidak diatur dengan tegas dan tingkat kesehatan di Indonesia tetap menurun drastis, "ujarnya.
Mejurut Dimyati, poin yang menarik dari RUU ini adalah mengenai siapa yang melakukan pengaturan pengadaan barang, produk, dan izin produk-produk tersebut. Saat ini dalam draf yang disusun Baleg, yang bertanggung jawab dalam pembuatan sediaan farmasi, alat kesehatan dan PKRT hanya dapat dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal ini dimaksudkan karena negara memang memiliki kewajiban untuk menjamin dan melindungi kesehatan masyarakat.
"Pembuatan dapat dilakukan oleh pelaku usaha setelah mendapat izin dari Menteri Negara BUMN dan wajib memenuhi ketentuan perizinannya," kata Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) ini.
Karena masih dalam tahap penyusunan, tambah dia, Badan Legislasi (Baleg) mengundang masyarakat untuk memberikan masukan, saran, dan kritik agar RUU ini dapat segera diproses dan dibahas oleh DPR dan pemerintah. "Ini prioritas Prolegnas 2012. Kami yakin RUU selesai masa sidang tahun ini," ujar politikus dari Partai Persatuan Pembangunan ini.
MUNAWWAROH