TEMPO.CO, Jakarta - Sebagai penemu kutang pembunuh kanker, nama Warsito Purwo Taruno kian melambung. Sebelumnya, pria 44 tahun ini juga menemukan alat pemintai atau tomografi berbasis medan listrik.
Nama Warsito sudah mendunia karena temuan teknologi tomografi medan listrik (electrical capacitance volume tomography, ECVT) empat dimensi (4D). Tomografi adalah teknologi pemindai obyek tanpa harus menyentuh bendanya. "Empat dimensi dimaknai sebagai tiga dimensi ruang (volume) dan satu dimensi waktu, karena obyeknya bergerak," ujarnya.
Ini merupakan terobosan besar dalam teknik memindai, karena ECVT mampu memindai 3D (volumetrik) dengan obyek bergerak berkecepatan tinggi. Teknologi pemindai semacam CT Scan dan MRI menjadi terlihat kuno. Pasalnya, dua alat itu sekadar menghasilkan citra dua atau tiga dimensi dengan obyek tidak bergerak. Aplikasinya sangat luas, dari reaktor di pabrik, tubuh manusia, obyek berskala nano, hingga perut Bumi.
Warsito mulai membuat pemindai itu ketika ia mengajar di Ohio State University, Amerika, pada 2001, setelah hijrah dari Jepang pada 1999. Pada 2003, di tengah kariernya yang cemerlang di Amerika, satu dari 15 peneliti terkemuka yang menjadi anggota Industrial Research Consortium itu memutuskan menyempurnakan alatnya di Tanah Air.
Ia mendirikan Centre for Tomography Research Laboratory (Ctech Labs) Edwar Technology dan rela pulang-balik Indonesia-Ohio untuk mengajar di universitas tersebut. Di laboratorium yang berdiri di rumah toko Modern Land, Tangerang, Banten, itulah ia berhasil menciptakan ECVT-nya pada 2004.
Pada 2006, ia sudah menerima paten atas temuannya itu dari biro paten Amerika. ECVT-nya telah dibeli berbagai lembaga, termasuk NASA, yang memakainya untuk memindai keretakan dinding pesawat. Untuk Indonesia, ia membuat Sona CT Scanner, yakni pemindai ultrasonik untuk memeriksa dinding tabung gas bertekanan tinggi yang digunakan pengelola bus Transjakarta.
Ayah empat anak ini tidak sombong meski punya reputasi mendunia. “Saya senang bisa menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi sesama,” ujar suami dari Rita Cherunnisa ini.
Warsito juga pernah menolak tiga gelar profesor dari tiga universitas tersohor di berbagai negara. Alasannya, “Saya tidak membutuhkan itu.” Berbagai penghargaan pernah diraih pria kelahiran Karanganyar itu, termasuk menjadi Tokoh TEMPO 2006.
Ia bertekad untuk mengabdikan pengetahuan dan ilmunya untuk dunia riset, bukan mengejar jabatan tertentu. “Siapa pun bisa duduk di jabatan tertentu. Tapi kalau riset, siapa yang mau mengembangkan?” katanya. “Bagi saya, secangkir kopi sudah cukup.”
TITO SIANIPAR | AYU CIPTA (TANGERANG)