TEMPO.CO, Jakarta - Dalam dua tahun terakhir, tiga pilot maskapai Lion Air tertangkap tangan oleh Badan Narkotika Nasional kala membawa sabu-sabu. Berdasarkan cerita Diva, seorang mantan pramugari dari satu maskapai swasta, kelakuan para pilot mengkonsumsi narkoba itu disebabkan tekanan pekerjaan yang menggila.
Dia mencontohkan, dalam standar penerbangan internasional, maksimal jam terbang kru pesawat adalah 30 jam per minggu. Nyatanya, di beberapa maskapai swasta Indonesia, kru pesawat kerap terbang selama 12 jam sehari. Itu artinya dalam satu pekan mereka bisa berada di udara sekitar 70 jam.
"Tekanan itu yang membuat mereka lari ke narkoba. Apalagi uang over time hanya sekitar Rp 17.500 per jam untuk rute luar atau dalam negeri," kata Diva saat berbincang dengan Tempo, Rabu, 8 Februari 2012.
Tidak hanya jam kerja dan sistem pengupahan saja yang menjadi problem. Masalah senioritas dalam kehidupan maskapai juga memberi mereka tekanan kala bekerja. Misalnya saja seorang pramugari senior yang kerap menyiksa juniornya dalam penerbangan. "Ada senior pramugari yang menyiram teh panas ke kepala seorang junior karena dia salah membawa pesanan teh," kata Diva.
Senior pramugari itu, menurut dia, juga pernah menjepit tangan junior yang lain dengan troli rak makanan. Hal itu terjadi karena si junior tidak sigap saat membersihkan rak makanan tersebut. "Padahal troli itu terbuat dari besi. Meski kelakuan si senior diadukan ke manajemen, tapi dia tidak kena hukuman," ujarnya.
Secara kualitas, pilot dan pramugari maskapai swasta masih berada di bawah Garuda Indonesia. Untuk lulus menjadi pramugari, para calon pelamar hanya cukup berasal dari lulusan sekolah menengah atas. Hampir tiap hari Senin, sekitar pukul 09.00 WIB, beberapa maskapai swasta menerima walk interview dari para calon pramugari. Mereka pun cuma diwajibkan menjalani sejumlah tes masuk selama satu pekan saja.
"Asal body oke, mereka bisa lolos. Padahal standar untuk jadi pramugari harus lulusan sarjana dan menjalani sederet tes, seperti di Garuda."
Sedangkan untuk pengemudi pesawat, maskapai swasta banyak yang mengambil pilot muda yang masih berstatus kopilot di penerbangan besar, seperti Garuda. Nah, kala para kopilot itu berpindah maskapai, posisi mereka langsung naik menjadi pilot atau pilot senior. Padahal, untuk mencapai posisi pilot senior, seseorang harus memiliki jam terbang tinggi dan pengalaman nan matang.
"Kalau di maskapai swasta, pilotnya masih muda. Umur 25 tahun sudah jadi pilot senior," kata Diva.
Di sisi lain, pihak manajemen juga melakukan pengetatan pengeluaran. Contohnya saja, untuk buku panduan penerbangan manual atau flight attendant manual yang digunakan para kru pesawat. Buku tersebut bukan khusus dikeluarkan oleh manajemen maskapai terkait, tapi menyalin dari buku panduan milik Garuda Indonesia. "Buku saja mereka mengopi, pelit banget kan," ujarnya.
Melihat seluruh rangkaian itu, Diva pun menyalahkan pihak manajemen yang tidak profesional dalam mengelola maskapai. Menurut dia, jika maskapai merekrut tenaga kerja dengan kualitas bagus dan mengupahnya secara wajar, maka kecil kemungkinan kru penerbang itu melarikan diri ke narkoba. "Tidak bisa pilot saja yang disalahkan, manajemen juga ikut bersalah," kata dia.
CORNILA DESYANA
Berita terkait
Lion Air: Pilot Nyabu Lebih Lihai dari Kami
Lion Air Pertimbangkan Status Pegawai Pilot Nyabu
Pilot Lion Mengaku Nyabu karena Ditinggal Istri
Penumpang Cemaskan Kasus Pilot Lion Pengguna Sabu
Begini Cara BNN Mengintai Pilot Nyabu