TEMPO.CO, Banyuwangi - Kepala Bagian Pemantauan dan Penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Sriyana, meminta kepolisian melakukan tindakan lebih manusiawi dan adil terhadap warga di sekitar lokasi pertambangan emas PT Indo Multi Niaga.
Hal itu dikatakan Sriyana setelah menyelidiki dugaan pelanggaran HAM yang menimpa warga di sekitar lokasi penambangan PT Indo Multi Niaga (PT IMN) di kawasan Gunung Tumpang Pitu, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi.
Menurut Sriyana, sejak 2009 hingga Oktober 2011, Kepolisian Resor Banyuwangi telah menahan 219 penambang tradisional. Bahkan dua anggota Brigade Mobil Kepolisian Daerah Jawa Timur menembak warga. "Ada warga yang ditembak di bagian pantat," kata Sriyana kepada wartawan di Banyuwangi, Jumat, 10 Februari 2012.
Sriyana menuturkan tindakan kriminalisasi tidak akan memberikan efek jera kepada warga. Sebab warga akan kembali menambang bila telah bebas dari penjara. Padahal, kata dia, munculnya penambang tradisional sebagai ekses kehadiran PT Indo Multi Niaga. "Polisi seharusnya lebih bersikap humanis," ujarnya.
Selain itu Komnas HAM juga mendesak supaya PT IMN melibatkan partisipasi masyarakat sekitar dan pemerintah Banyuwangi supaya meminimalkan konflik horizontal dengan warga.
Dalam penyelidikannya Komnas HAM bertemu dengan pemerintah Banyuwangi, PT Indo Multi Niaga, dan Polres Banyuwangi.
PT IMN mengantongi kuasa pertambangan eksplorasi emas seluas 11.621,45 hektare di Blok Gunung Tumpang Pitu, Kecamatan Pesanggaran. Perusahaan juga telah mendapat persetujuan Menteri Kehutanan untuk kegiatan eksplorasi di kawasan hutan lindung dan hutan produksi di gunung tersebut.
Dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) PT IMN disebutkan bebatuan di Gunung Tumpang Pitu mengandung 2,3 gram emas per ton. Tiap tahun PT IMN akan memproduksi emas sebanyak 1,577 ton.
Kepala Polres Banyuwangi, Ajun Komisaris Besar Nanang Masbudi, mengatakan polisi telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah kekerasan pada warga.
Menurut Nanang, sejak Desember 2011, satuan Brimob telah ditarik oleh Polda Jawa Timur. Penambang tradisional, kata dia, saat ini jumlahnya dibatasi dari 15 ribu orang menjadi seribu orang. Mereka hanya diperbolehkan melakukan penambangan di petak 78 dan 79. "Hanya warga lokal yang diperbolehkan menambang," ucap Nanang.
Langkah persuasif tersebut, kata Nanang, diimbangi dengan memberi pelatihan pertanian dan peternakan supaya warga tidak lagi mencari emas.
IKA NINGTYAS