TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) As’ad Said Ali yang memperoleh gelar doktor honoris causa dari Universitas Diponegoro Semarang, tak mempersoalkan unjuk rasa yang menolak pemberian gelar tersebut. As’ad Said Ali mengklaim dirinya sama sekali tak terlibat dalam kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir.
“Mereka (pendemo) tak tahu informasi yang lengkap saja, siapa saya. Tahunya dari koran lalu disangkutpautkan dengan kasus (pembunuhan Munir) itu,” kata As’ad usai penganugerahan gelar kehormatan itu di Gedung Prof. Sudharto Tembalang, Semarang. As’ad menyatakan tak pernah jadi tersangka, sehingga tak sepatutnya dituding terlibat pelanggaran hak asasi manusia.
Saat ditanya bukankah pernah dipanggil untuk menjadi saksi kasus pembunuhan aktivis HAM Munir, As’ad menyatakan saat itu ia sedang bertugas di luar negeri, sehingga tak bisa hadir menjadi saksi.
Menurut As’ad, ia dipanggil menjadi saksi karena pernah diperiksa di berita acara pemeriksaan (BAP). “Saya pernah di-BAP, saya datang dua kali. Saya jelaskan semua,” katanya. As’ad menyatakan tak pernah menghindar dalam kasus pembunuhan Munir. Ia juga mempertanyakan mana bukti surat perintah untuk Pollycarpus. Selain itu, ia mengaku tak kenal Pollycarpus.
Sebelumnya aktivis LBH Semarang menggelar unjuk rasa di di depan Gedung Sudharto Undip dengan membawa payung hitam bertulisan “Melawan Lupa”. Aktivis LBH Erwin Dwi Kristano menyatakan seharusnya bangsa ini tak boleh lupa atas perilaku As’ad yang terlibat dalam kasus pembunuhan aktivis HAM Munir.
LBH secara tegas menolak pemberian gelar doktor honoris causa kepada As’ad karena dia terlibat kasus pelanggaran HAM. Aksi itu hanya berlangsung sekitar lima menit karena polisi segera mengusirnya.
ROFIUDDIN