TEMPO.CO , Jakarta:Media sosial menjadi jejaring termudah menjaring informasi saat ini. Interaktif dan cepat merupakan kunci perkembangan sejumlah media sosial di Indonesia khususnya Facebook dan Twitter. Di jejaring sosial 140 karakter bernama Twitter muncul sejumlah akun yang tak memakai nama asli atau biasa disebut pseudonim.
Bagi Pengamat Media Sosial Nukman Luthfie kemunculan akun psudonim itu wajar. Karena memang ada sosoknya di dunia nyata, seperti @ndorokakung dan @treespotter. Tapi ada pula akun pseudonim yang tak jelas pemiliknya. "Kontennya biasanya bersifat provokator dan berusaha mendobrak sistem pemerintahan," ujar Nukman saat dihubungi Jumat 10 Februari 2012.
Akun seperti @bennyisrael, @gurita_global, dan @triomacan2000 hadir mengambil posisi mengicaukan apa yang tak bisa keluar di media massa. Tiga akun tersebut hadir sejak 2010, dua tahun setelah twitter mulai ramai di Indonesia. "Tapi motifnya apa untuk mengubah negara atau mengungkap keboborokan juga tidak jelas," ujar CEO Virtual Konsulting ini.
Meski tak jelas motif dan pengelolanya, tapi ternyata akun ini cukup dinikmati. Indikatornya terlihat dari jumlah pengikut yang rata-rata diatas 10 ribu. Dari ketiga akun diatas, @benny_israel paling banyak memiliki pengikut yaitu 54 ribu diikuti @triomacan2000 dengan 19 ribu dan @gurita_global meraup 18 ribu pengikut. "Jumlah mereka masih kalah dengan motivator, artis atau bahkan selebritas kelas menengah," Nukman memaparkan.
Tapi, rata-rata pengikut tiga akun beraroma politik tersebut adalah orang-orang yang sama. Karena memang memiliki minat khusus, politik, dan hukum. "Jadi ada overlap follower, contohnya saya saja mengikuti tiga akun itu untuk memantau," ujar Nukman. Memang di jejaring sosial berikon burung biru ini tidak banyak orang yang mau membicarakan hal serius seperti hukum dan politik. "Twitter itu alat komunikasi, berbagi hal ringan, meski banyak juga informasi serius."
Informasi apa pun yang ada di dunia maya mempunyai peminat sendiri, sehingga meski tidak sepenuhnya salah juga tidak benar semua, kicauan tiga akun misterius selalu ditunggu. "Memang ada yang sudah diungkapkan di media, tapi ada juga yang belum," kata Nukman. Sebenarnya apa yang dikicaukan tiga akun misterius, menurut dia, bagus untuk alternatif sumber informasi. Sepanjang sumber dan datanya kredibel.
Sayangnya salah satu kredibilitas sudah gugur di awal yaitu pengelola akun. Ia mencontohkan wikileaks,--situs pembocor pembicaraan kawat diplomatik sejumlah negara dengan Amerika--, terang benderang diakui oleh Julian Assange. "Dia gagah perkasa bilang ini punyaku, meski tidak menyebut siapa yang nyumbang," ujar Nukman.
Situasi tersebut tidak terjadi di Indonesia, karena mereka berkedok dibalik akun pseudonim. "Jadi kalau dituntut bisa menghilang, meski bisa saja kalau mau melacaknya," kata Nukman. Sehingga niat mulia para pembuat akun pseudonim tersebut bisa tersandung dengan fitnah dengan mengicaukan opini yang melampui fakta. "Itu bisa terjadi."
DIANING SARI