TEMPO Interaktif, Ambon - Ketua Komnas HAM Perwakilan Perwakilan Maluku, Emmy Tahapary, menuding Kepolisian Daerah Maluku melakukan pembiaran konflik yang terjadi di Saparua dan Haruku, Maluku Tengah. “Ada faktor pembiaran karena baru menurunkan pengamanan pagi ini,” kata Tahapary kepada wartawan usai pelantikan pengurus Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Ambon, di Rumah Kopi Balabu, Sabtu siang, 11 Februari 2012.
Menurut Tahapary, dari kedua peristiwa yang terjadi di Palau Saparua dan Pulau Haruku, Komnas HAM Maluku sudah mendapatkan laporan sejak Kamis pagi, 9 Februari 2012. Namun Polda Maluku baru menurunkan personel di kedua daerah yang bertikai Sabtu pagi, 11 Februari 2012.
Bentrok antarwarga di Desa Pelauw dengan Desa Rohomoni, Haruku, Maluku Tengah, terjadi kedua kalinya pada Jumat, 10 Februari 2012, sekitar pukul 20.15 WIT. Pemicunya, pertikaian soal penetapan tanggal peresmian rumah adat antara Salampessy muka dengan Salampessy belakang.
Akibatnya, lima orang tewas. Dua dari Salampessy belakang dan tiga orang dari Salampessy muka. Selain itu belasan orang luka-luka dan 230 rumah dibakar.
Peristiwa pertama terjadi pada Rabu, 8 Februari 2012. Namun polisi berhasil mengatasi pertikaian tersebut, dan berlanjut pada Jumat malam, saat lampu di kedua desa itu padam.
Baca Juga:
Untuk mengamankan kedua desa itu, Polda Maluku pada Sabtu pagi tadi menurunkan dua Satuan Setingkat Kompi (SSK) ke Desa Pelauw dan Desa Rohomoni. “Polisi diturunkan untuk menyekat agar kedua desa tidak saling serang,” ujar kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Maluku, Ajun Komisaris Besar Johannis Huwae kepada Tempo, Sabtu siang, 11 Februari 2012.
Menurut Huwae, Polda Maluku juga menurunkan 1 SSK ke Desa Porto dan Haria, saparua, Maluku Tengah, untuk mengamankan kedua desa yang bertikai.
Bentrok antarwarga di Saparua itu menewaskan dua orang dan belasan orang luka-luka terkena tembakan dan serpihan bom rakitan.
Bentrok antarwarga Desa Porto dan Desa Haria berhasil didamaikan pada Desember 2011 lalu. Tapi kedua desa bertetangga itu kembali terlibat konflik setelah dipicu adanya pemukulan terhadap anak sekolah dan pemukulan pengojek. Konflik juga menyebabkan ratusan rumah terbakar.
Johannis Huwae menyebutkan akar persoalan bentrok antara warga di Saparua akibat rebutan air bersih. Karena itu Johannis Huwae menyarankan kepada Pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah Kabupaten Maluku agar menyiapkan bak penampung air untuk didistribusikan kepada warga di Desa Porto dan desa Haria. “Kondisi terakhir sudah aman terkendali,” tuturnya.
MOCHTAR TOUWE