TEMPO.CO, Semarang - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Jawa Tengah, terus menolak pemberian gelar doktor kehormatan (honoris causa) oleh Universitas Diponegoro Semarang kepada bekas Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) As’ad Said Ali. Lembaga ini mengirim surat permohonan mencabut gelar honoris causa yang telah diberikan kepada As’ad, Senin 13 Februari 2012. Surat dilayangkan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
“LBH Semarang mengajukan sikap berkeberatan atas pemberian gelar doktor kehormatan kepada As’ad Said Ali karena yang bersangkutan merupakan salah satu tokoh yang diduga terlibat dalam kasus pembunuhan aktivis HAM Munir,” kata Direktur LBH Semarang, Slamet Haryanto.
Sebelumnya aktivis LBH menggelar unjuk rasa di depan Gedung Sudharto, kampus Undip, dengan membawa payung hitam bertulisan “Melawan Lupa”, sesaat sebelum acara penganugerahan gelar As’ad, Sabtu pekan lalu.
Alasan berkeberatan LBH di antaranya: keterlibatan As’ad terungkap dalam sidang pembunuhan Munir dengan terdakwa Pollycarpus Budihari Priyanto. Apalagi, pada sidang di PN Jakarta Pusat, Direktur PT Garuda Indonesia Indra Setiawan dalam kesaksiannya mengatakan penugasan Pollycarpus dalam penerbangan Garuda berdasarkan surat tugas yang diteken As’ad saat dia menjabat Wakil Ketua BIN.
Alasan lain, As’ad dinilai tak punya prestasi akademik yang menonjol. “Selama ini Undip sebagai institusi akademik justru dengan mudah memberikan gelar kepada orang-orang yang kontroversial,” kata aktivis LBH Semarang, Zainal Arifin. “Sebelumnya (bekas Gubernur DKI) Sutiyoso juga mendapat gelar ini.”
As’ad yang kini menjabat Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama membantah tudingan LBH Semarang. “Mereka (LBH) tak tahu informasi yang lengkap. Tahunya dari koran lalu disangkutpautkan dengan kasus (pembunuhan Munir) itu,” kata dia. Dia juga mempertanyakan bukti surat perintah untuk Pollycarpus. As’ad menyatakan dia tak pernah menjadi tersangka. “Saya tak kenal Pollycarpus.”
Rektor Universitas Diponegoro Semarang Sudharto P. Hadi tak memasalahkan penolakan LBH. “Tapi proses yang sudah dilakukan sesuai dengan prosedur dan kajian panjang,” ujar Sudharto. Usulan pemberian gelar itu dari Fakultas Hukum yang memandang gagasan As’ad tentang Pancasila merupakan terobosan yang dibutuhkan bangsa. “Pancasila rumah besar kita, tapi banyak persoalan yang melenceng dari Pancasila sehingga kita butuh gagasan tentang implementasi Pancasila.” Selain itu, katanya, hingga kini tak ada bukti keterlibatan As’ad dalam kasus pembunuhan Munir.
Sikap yang sama juga dinyatakan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ifdhal Kasim. Menurut dia, hingga kini belum ada putusan hukum yang menunjukkan As’ad terlibat dalam kasus pembunuhan Munir. “Ini sifatnya masih belum ada hitam putih: apakah betul terlibat atau tidak,” katanya. Ifdal menghadiri acara pemberian gelar kepada As’ad itu.
ROFIUDDIN