TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 96 perusahaan garmen asal Korea yang beroperasi di kawasan berikat Cakung, Jakarta Utara, bakal hengkang dari Indonesia. Mereka akan memindahkan produksi ke Myanmar dan Vietnam gara-gara berkeberatan dengan kebijakan pengupahan yang berlaku.
Menurut Eung-Sik, Wakil Ketua Asosiasi Korean Garment Indonesia, perusahaan-perusahaan tersebut berkeberatan dengan kebijakan upah minimum sektoral yang ditetapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. "Kami akan merelokasi produksi," kata dia, Senin 13 Februari 2012.
Pengurus Human Resources Development (HRD) Club Kawasan Berikat Cakung, Bambang Haryanto, mengatakan mereka berkeberatan jika industri garmen ditetapkan sebagai industri unggulan, sehingga dikenai kebijakan upah sektoral. Menurut dia saat ini belum diputuskan proporsi upah sektoral industri garmen dari upah minimum.
Namun ada wacana upah sektoral akan ditetapkan tujuh persen dari angka upah minimum Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 1.529.000. "Jangankan upah sektoral, memenuhi upah minimum saja kami sudah berat,” katanya.
Menurut Bambang, mereka juga berkeberatan dengan peraturan Menteri Keuangan yang melarang kegiatan subkontrak di kawasan Berikat. Menurut dia kebijakan ini tak mencerminkan iklim industri yang kondusif.
Kepala Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian, Arryanto Sagala, mengaku belum mendengar hal ini. “Silakan saja mereka pindah,” ujarnya.
Namun Arryanto mengingatkan bahwa belum tentu kualitas barang yang diproduksi di negara-negara tersebut akan sebagus jika diproduksi di Indonesia. Menurut dia wajar jika Myanmar dan Vietnam menjadi menjadi negara tujuan. Upah minimum yang diperlakukan di sana lebih rendah dari Indonesia. Di Myanmar, upah minimumnya setara US$ 50 per bulan dan Vietnam US$ 80 per bulan. Sedangkan di Indonesia upah minimumnya kurang lebih setara dengan US$ 120 per bulan.
GADI MAKITAN