TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat, dalam kurun 13 tahun (1998-2010), ada sekitar 400 ribu kasus kekerasan terhadap perempuan. Seperempatnya atau sekitar 93 ribu adalah kasus kekerasan seksual.
"Kasus kekerasan seksual yang terjadi dalam ranah publik merupakan kasus kedua terbesar, sekitar 24 persen," kata Komisioner Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah dalam diskusi di kantornya, Jakarta, Senin, 13 Februari 2012.
Melihat tingginya angka ini, kata Yuni, negara perlu memeriksa dengan cermat kebijakan mencegah, menginvestigasi, dan menghukum tindak kekerasan tersebut, baik yang dilakukan negara maupun individu. "Karena negara, terutama pemerintah, memanggul tanggung jawab utama dalam memastikan perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM," ujarnya.
Di tempat yang sama, Forum Keadilan Perempuan menyatakan ada 68 kasus kekerasan terhadap perempuan, khususnya pemerkosaan yang terjadi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang tercatat di Polda Metro Jaya selama 2011. Enam kali dalam enam bulan terakhir di antaranya kasus pemerkosaan di dalam angkutan umum. "Sebenarnya lebih banyak. Beberapa kasus tidak diproses karena bukti yang lemah," kata anggota Forum Keadilan Perempuan, Estu Fanani.
Menurut Estu, kasus-kasus pemerkosaan yang buktinya lemah sering kali diarahkan kepolisian menjadi kasus pencabulan atau perbuatan tidak menyenangkan. Padahal pemerkosaan sangat berbeda dibandingkan dengan pencabulan atau perbuatan iseng laki-laki terhadap perempuan. "Efeknya trauma yang lama pada korban," kata dia.
Sayangnya, belum ada undang-undang yang secara spesifik melindungi perempuan, terutama dari kekerasan seksual, termasuk dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang mengatur pemerkosaan dalam lingkup rumah tangga. Definisi pemerkosaan di KUHP juga tak relevan lagi dengan situasi saat ini. Seharusnya, pasal yang membahas pemerkosaan dikeluarkan dari bab kesusilaan dan dimasukkan pada bab kekerasan seksual. "Makanya kita mendesak DPR segera merevisi UU KUHP dan membahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual," ujarnya.
MUNAWWAROH