TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Ekonomi Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Ina Primiana menilai sulitnya mencapai ketahanan pangan Indonesia karena kondisi riil logistik Indonesia yang buruk. "Ada ketidaklancaran ketika dilaksanakan pengiriman dari sentra produksi ke sentra konsumsi," ucapnya, Selasa, 14 Februari 2012.
Kondisi logistik Indonesia terutama dari sektor biaya menduduki posisi tertinggi dibanding negara-negara ASEAN. Ina menuturkan, untuk kontainer 20 kaki di pelabuhan Tanjung Priok dikenakan biaya sebesar US$ 95 (setara Rp 856,2 ribu), lebih mahal dibandingkan dengan Malaysia yang hanya sebesar US$ 88 dan Thailand US$ 63.
"Yang menguntungkan lagi, di negara ASEAN lainnya, tarif dibayarkan dengan mata uang setempat, sementara di Indonesia masih harus membayar dengan dollar AS," kata Ina.
Selain biaya di pelabuhan, biaya pengangkutan antar pulau di Indonesia yang jauh lebih mahal dibanding biaya pengangkutan dari luar negeri ke Indonesia. "Untuk rute yang sama, ongkos pengapalan kontainer dari Padang ke Jakarta mencapai US$ 600, sedangkan dari Singapura ke Jakarta hanya US$ 185," ucap Ina.
Terlepas dari segi biaya, Ina mengatakan regulasi dan mutu pelayanan logistik di Indonesia masih buruk. Ekonom Universitas Padjajaran ini mengatakan waktu untuk jeda barang impor di Indonesia bisa mencapai 5 hingga 6 hari. Sementara kalau kita lihat, di Singapura jeda tunggu barang impor hanya kurang dari 1 hari.
Infrastruktur logistik yang masih konvensional, belum terbangunnya konektivitas antar satu lokasi ke lokasi lainnya, menurut Ina, juga menjadi faktor sulitnya mencapai cita-cita ketahanan pangan. "Indonesia itu negara kepulauan, namun sebagian besar prasarana berada di darat. Sudah semestinya dibangun prasarana logistik pantai, untuk mendukung keterkaitan antar pulau ini," kata dia.
AYU PRIMA SANDI