TEMPO.CO, Jakarta -- Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan bisa membekukan saham Muhammad Nazaruddin di PT Garuda Indonesia Tbk. “Bukan disita, tapi dibekukan,” ujar juru bicara KPK Johan Budi S.P. melalui pesan pendeknya pada Tempo, Jumat, 17 Februari 2012.
Namun, menurut Johan, pembekuan saham itu belum dibicarakan oleh lembaga KPK. ”Tapi sampai saat ini belum ada rencana itu,” katanya.
Senin, 13 Februari kemarin, terdakwa kasus suap Wisma Atlet, SEA Games, Palembang, Muhammad Nazaruddin, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap dan pencucian uang saham PT Garuda Indonesia. KPK menduga bekas Bendahara Umum Demokrat itu menyembunyikan hasil tindak pidana dengan modus pembelian saham.
Nazaruddin bakal dijerat Pasal 12 huruf a atau b subsider Pasal 5 ayat 2 subsider Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tentang tindak pidana korupsi 1999 sebagaimana telah diubah Undang-Undang No 20 Tahun 2001. Serta dijerat Pasal 3 atau 4 junto Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang subsider Pasal 55 ayat 1.
Nazaruddin membeli saham perdana PT Garuda di PT Mandiri Sekuritas, pialang penjualan saham pada awal Oktober 2011. Melalui lima perusahaannya, yakni PT Permai Raya Wisata, PT Exartech Technology Utama, PT Cakrawala Abadi, PT Darmakusumah, dan PT Pacific Putra Metropolitan, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu membeli saham Garuda sebesar Rp 300,85 miliar.
Pembelian saham itu ditelusuri KPK lantaran diduga duitnya berasal dari keuntungan dalam mengelola proyek pemerintah, salah satunya Wisma Atlet.
NUR ALFIYAH