TEMPO.CO, Jakarta - Untuk memenuhi kebutuhan air bersih di DKI Jakarta yang terus meningkat, Perusahaan Daerah PAM Jaya akan mengolah air kotor yang ada di sungai agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Direktur Umum PD PAM Jaya, Sri Widayanto Kaderi, mengatakan ada lima sungai yang dijadikan proyek pengolahan air.
"Kelima sungai tersebut adalah Kali Krukut, Kali Pesanggrahan, Kanal Banjir Barat, Ciliwung, dan Sungai Cengkareng," katanya pada Sabtu, 18 Februari 2012. Kami akan menggabungkan teknologi konvensional dengan membran.
Penggabungan ini bertujuan menghilangkan polutan yang ada di dalam air sungai, termasuk bakteri Escherichia coli, bakteri dari sampah organik dan tinja manusia. "Kami menargetkan 2012 akhir sudah berjalan," ujar Sri Widayanto.
Menurut dia, untuk menciptakan air bersih layak minum, pertama, air dari sungai akan melewati proses konvensional terlebih dahulu. "Air dari sungai akan ditampung pada sebuah wadah untuk diendapkan," kata Sri Widayanto. Pada saat proses pertama ini maka polutan yang besar akan mengendap.
Kemudian air akan dialirkan kembali ke penampungan berikutnya. Pada proses ini, air akan diberi zat semacam tawas untuk mengikat polutan yang tercampur di dalam air. "Dibiarkan mengendap dulu agar polutan bisa dipisahkan dari air," ucapnya.
Baca Juga:
Lalu, air tersebut disaring sekali lagi dan ditempatkan di wadah khusus. "Dari sini, proses akan bercabang dua," ucapnya. Jika air tersebut hanya digunakan untuk mandi atau mencuci baju, non-konsumsi, maka air tersebut akan diberi obat untuk membunuh virus yang terkandung di dalam air. "Takarannya 0,2 sampai 1 part per mili (ppm)," ucap Sri Widayanto. Artinya, setiap 1 liter air membutuhkan 1 kilogram gas klor.
Setelah itu, air akan ditempatkan di reservoir sebelum didistribusikan. "Pada dasarnya, hingga tahap ini, air sudah bisa digunakan untuk non-konsumsi," ucapnya.
Jika digunakan dalam skala konsumsi, maka sebelum proses penampungan air ke reservoir, air akan dilewatkan terlebih dahulu ke membran. "Pada proses ini, bakteri akan tertahan di membran," ucapnya.
Menurut dia, keefektivitasan program ini sudah teruji, antara lain di Bangkok dan Singapura. "Di Indonesia, baru pelaku usaha seperti hotel dan pariwisata yang menerapkan sistem ini," kata Sri.
Biaya untuk melakukan proses membran ini adalah Rp 2.000 per meter kubik. "Lebih mahal Rp 800 dari proses konvensional," ucapnya. Pihaknya optimistis, jika program ini terencana, pasokan air bersih di DKI Jakarta akan meningkat.
SYAILENDRA