TEMPO.CO, Vatikan - Dokumen Vatikan bocor menjelang pelantikan 22 kardinal baru. Dalam dokumen yang kini populer dengan sebutan Vatileaks ini, terurai mengenai pertarungan politik, salah urus keuangan, dan kekacauan administrasi yang melanda Takhta Suci Vatikan.
Laporan di media Italia menyebutkan para kardinal berebut pendukung untuk menonjol menjelang pemilihan paus masa depan. Di sisi lain, birokrasi menjadi berantakan karena Paus Benediktus memfokuskan perhatiannya pada hal-hal lain.
Sabtu besok, 22 'pangeran' Vatikan akan mendapatkan topi merah mereka, atau siebut birette, dan secara resmi diterima ke dalam klub elite petinggi yang akan memilih pengganti Benediktus jika sang paus mangkat. Seremoni akan diikuti 125 kardinal dari seluruh dunia yang berhak untuk memilih paus berikutnya.
Pada hari Jumat, kardinal baru dan lama bergabung dengan Sri Paus untuk menghadiri pra-konsistori yang diisi dengan refleksi penyebaran iman di dunia yang semakin sekuler. Pertemuan ini diampu oleh Timothy Dolan, Uskup Agung New York.
Skandal bocornya dokumen itu dimulai bulan lalu dengan diterbitkannya surat dari mantan administrator nomor dua Vatikan, Uskup Agung Carlo Maria Vigano, yang saat itu menjabat Wakil Gubernur Vatican City.
Vigano menyurati atasannya--bahkan Paus Benediktus XVI tahun 2011--terkait keyakinannya tentang adanya praktek korupsi. Dengan jabatan yang dipegangnya sepanjang dua tahun, 2009-2011, Vigano memiliki kewenangan dan tanggung jawab merawat seluruh taman, gedung, bangunan, jalan, museum, dan berbagai infrastruktur lain di Vatican City.
Dalam suratnya dia menyebutkan, ketika itu dia menemukan adanya jaringan korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam kontrak-kontrak yang ada. Dia menemukan sejumlah bukti kuat kontrak yang dibuat dengan menggelembungkan harga, bekerja sama dengan para perusahaan pemenang tender. Bukannya diapresiasi, dia dicopot dari jabatannya dan dimutasi ke tempat lain.
Laporan berita berikutnya terfokuskan pada empat pejabat yang diselidiki atas tuduhan menggunakan rekening bank Vatikan untuk pencucian uang. Mereka kini masih dalam penyelidikan karena diduga melanggar hukum anti-pencucian uang Italia dengan mentransfer uang tunai dari dua rekening bank Vatikan tanpa mengidentifikasi pengirim atau penerima.
Kebocoran yang lebih baru adalah peringatan Vatikan tentang adanya komplotan yang berniat membunuh Paus tahun ini--sebuah skenario yang sejak itu telah didiskreditkan--dan dari perdebatan internal atas ruang lingkup dan kekuatan pengawas baru keuangan Vatikan. Juga apakah Takhta Suci yang baru memberlakukan hukum anti-pencucian uang yang lebih baik dari pendahulunya.
Skandal ini kemudian dijuluki "Vatileaks" setelah juru bicara Vatikan, Federico Lombardi, mencatat kesamaan dengan skandal dokumen Wikileaks yang melanda pemerintah AS. Vatileaks, katanya, justru menyeruak ketika Vatikan tengah berusaha untuk lebih transparan dalam urusan keuangan untuk mematuhi norma-norma internasional.
Dalam editorial minggu ini, Lombardi mengatakan kebocoran "cenderung menciptakan kebingungan dan kebingungan baru, dan untuk melemparkan citra buruk pada Vatikan, pemerintahan gereja, dan lebih luas lagi pada gereja itu sendiri."
"Kita harus tetap tenang dan menjaga saraf kita, menggunakan alasan--sesuatu yang tidak semua media melakukan," katanya.
TRIP B | AP