TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah terkait pengungkapan kasus korupsi Wisma Atlet. Beberapa pertanyaan krusial masih harus dijawab KPK, misalnya tentang siapa sebenarnya pemilik Grup Permai. Apakah M. Nazaruddin atau Anas Urbaningrum.
"Pertanyaan mengenai siapa pemilik brankas grup Permai? Kemudian Bagaimana brankas Grup Permai ini diisi harus terus digali," kata pengamat ICW Febri Diansyah dalam diskusi bertajuk "Membongkar Benang Kusut Korpsi Kasus Wisma Atlit, PPID & Banggar" di Jakarta, Minggu, 19 Februari 2012.
Pertanyaan mengenai siapa saja yang menikmati uang Grup Permai juga masih harus ditelusuri. Untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan krusial ini, KPK harus mendalami keterangan saksi-saksi yang menyebutkan siapa sebenarnya pemilik Grup Permai.
Sejumlah saksi, lanjut Febri mengatakan Grup Permai dikuasai M. Nazaruddin dan istrinya Neneng Sri Wahyuni. Namun Mindo Rosallina Manulang juga pernah mengatakan bahwa Anas juga mengendalikan Grup Permai. "Ini harus terus didalami," Febri melanjutkan.
Menurut Febri, KPK juga harus menggali apakah Grup Permai sebagai sebuah perusahaan induk merupakan sebuah ladang untuk mengelola uang hasil korupsi. "Dan jika ini terbukti, bisa dijerat oleh pasal pencucian uang dan korupsi," kata Febri.
Siapapun yang mengelola dan menikmati dana bisa dijerat oleh pasal pencucian uang. Febri memberi contoh misalnya ada sejumlah anggota DPR yang menerima dana dari Grup Permai. "Mereka juga bisa dijerat Pasal 5 Undang-Undang Pencucian Uang karena ikut menikmati," tuturnya.
Pihak-pihak yang dituduh melakukan pencucian uang ini nantinya bisa membuktikan bahwa kekayaan mereka diperoleh bukan dari hasil kejahatan melalui mekanisme pembuktian terbalik. "Di sini terdakwa berkewajiban membuktikan hartanya kekayaan bukan dari hasil kejahatan. Dia harus membuktiklan secara sebaliknya," kata Febri.
ANANDA W. TERESIA