TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md memastikan kewajiban hak waris serta keluarnya akta nikah atau akta lahir untuk anak yang lahir di luar nikah merupakan konsekuensi yuridis. "Bukan keputusan MK tetapi konsekuensi yuridis, termasuk akta kelahiran," katanya saat ditemui di DPR, Senin 20 Februari 2012.
Menurutnya, adanya pengakuan terhadap anak di luar nikah justru bukan sebagai bentuk legalisasi perselingkuhan. "Banyak laki-laki sembarang menggauli orang, gampang punya istri simpanan, kawin kontrak, dan bisa dengan mudah meninggalkan anak dan dibebankan ke ibunya," katanya.
Dengan adanya putusan MK, para lelaki semacam itu akan takut. "Karena tidak hanya dibebankan pada ibunya, tetapi juga ayahnya," kata Mahfud.
Mahfud menegaskan, putusan MK pada uji materi Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 43 ayat (1) sebetulnya hanya mengatur soal anak di luar nikah. "Keputusan itu tidak bicara akta dan waris," katanya.
Mahfud menjelaskan, jika kemudian ada akibat munculnya akta perkawinan dan hak waris, itu hanya mengikuti saja.
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono menyatakan masih akan mencoba mendalami lebih lanjut. "Sub Direktorat IV yang menangani soal ini masih mengambil pengertian yang luas dalam mengambil keputusan," ujarnya.
Perihal munculnya akta kelahiran untuk anak di luar nikah, Agung menyatakan hal itu memang menjadi kewenangan MK. "MK bisa membatalkan pasal demi pasal dari UU yang dibuat DPR, tetapi ruang lingkupnya apa sampai perkawinan atau tidak?," katanya.
Agung menyatakan persoalan anak di luar nikah tidak bisa disederhanakan seperti itu. "Tidak bisa hanya melihat dari segi hukum, tapi juga aspek lain," katanya.
Pasal 43 ayat (1) UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal itu berbunyi, anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya.
Pasal itu dianggap bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sepanjang. Pasal itu bisa dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan anak dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata memiliki hubungan darah sebagai ayahnya.
EZTHER LASTANIA