TEMPO.CO, Jakarta – Gubernur Provinsi DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan segera menertibkan pedestrian atau trotoar. “Mudah-mudahan bisa kami mulai di lapangan bulan April,” ujar Foke, sapaan akrab Fauzi Bowo, ketika ditemui di Balai Kota, Senin, 20 Februari 2012.
Gubernur pun mengajak semua pihak seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk ikut bersama-sama dengan pemerintah provinsi melakukan perbaikan dan penegakan hukum.
Foke mengatakan pemerintah berencana menetapkan kawasan uji coba tingkat provinsi. Selanjutnya di tingkat wilayah kota, kecamatan, hingga kelurahan.
Memang, ia tak menampik pemerintah belum bisa menata trotoar di seluruh wilayah Jakarta. Maka solusinya adalah mulai dari penataan di kawasan-kawasan uji coba tersebut.
Salah satu tokoh LSM yang diundang Fauzi dalam kerja sama ini adalah Marco Kusumawijaya, pendiri sekaligus Direktur Ruang Jakarta (RUJAK).
Dihubungi terpisah, hari ini, Marco mengutarakan empat syarat ideal bagi trotoar. Pertama trotoar harus memiliki lebar minimal lima kaki, atau setara dengan 1,2 meter. Trotoar dengan lebar minimal tersebut diharapkan mampu dimanfaatkan oleh setidaknya dua orang yang berjalan berpapasan.
Selanjutnya permukaan trotoar harus rata dan tidak boleh bergelombang. Agar teduh, trotoar harus juga dilengkapi pelindung, seperti pepohonan.
Trotoar sebaiknya dilengkapi pula dengan pelindung dari lalu-lalang kendaraan yang ada di sampingnya. Pelindung tersebut bisa berupa tanaman.
Jika selama ini terdapat banyak penyalahgunaan trotoar di Jakarta, Marco menilai bisa muncul akibat ketiadaan tradisi untuk membangun kota yang baik.
Ia berpendapat penataan trotoar di Jakarta sebenarnya bukanlah persoalan yang rumit. Kondisi trotoar di Jakarta sekarang, diakui Marco, terjadi akibat kelemahan dari dua pihak, yaitu masyarakat dan pemerintah.
Ia menilai masyarakat kurang menuntut pemerintah untuk menata trotoar yang ada di Jakarta. Namun di lain sisi pemerintah juga kurang responsif dengan kondisi yang ada.
“Kita ini galau oleh modernisasi,” kata Marco. Kegalauan oleh modernisasi yang dimaksud Marco adalah kecenderungan masyarakat untuk mengandalkan kendaraan pribadi, bukan fasilitas umum.
Dengan kegalauan tersebut Marco menilai perlu suatu momentum pengingat bagi masyarakat dan pemerintah. Karena itu Marco sempat mengusulkan menjadikan tanggal 22 Januari sebagai Hari Pejalan Kaki.
Ia juga mengajukan usulan agar dibuat peringatan atas insiden maut yang terjadi di Halte Tugu Tani, Jalan M.I. Ridwan Rais, Gambir, Jakarta Pusat, pada 22 Januari lalu. Menurut Marco, untuk menata trotoar tak bisa selesai dalam satu atau dua masa pemerintahan gubernur.
MARIA YUNIAR