TEMPO.CO, Jakarta-Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyatakan peraturan undang-undang untuk mengatur organisasi masyarakat harus merujuk pada hak asasi manusia. Menurut Gamawan, revisi UU Ormas yang sedang dibahas Kementerian Dalam Negeri bersama DPR tidak boleh melanggar hak asasi orang lain juga. Pembatasan dalam revisi UU Ormas itu menurut Gamawan juga harus menjamin bahwa hak asasi semua pihak tidak dilanggar.
“Jadi harus merujuk pada Undang-undang Dasar 1945 pasal 28, tapi juga tidak boleh melanggar hak asasi orang lain. Jadi undang-undang itu harus membuat pembatasan seperti itu, “ kata Gamawan di Kementerian Dalam Negeri, Senin, 20 Februari 2012.
Pada prinsipnya, Gamawan menyatakan tetap akan berpatokan pada pasal dalam UUD 1945 yang mengatur kebebasan berserikan dan berkumpul. Namun Gamawan menggarisbawahi bahwa kebebasan itu juga harus dibatasi sesuai nilai-nilai moral, agama, serta ketenteraman dan ketertiban. “Itu diatur dalam UUD 1945 pasal 28 ayat j,” kata Gamawan.
Semangat kebebasan itu yang disebut Gamawan perlu dimasukan ke dalam revisi UU Ormas yang sedang dibahas Kemdagri bersama DPR. Gamawan juga mempersilahkan kepada siapa pun untuk mengungkapkan aspirasinya. “Tapi kalau sudah sampai lempar batu ke Kementerian Dalam Negeri sudah mengganggu hak orang, kami tangkap,” kata Gamawan.
Menteri Gamawan mengakui dalam UU Ormas yang berlaku saat ini masih terlalu panjang prosesnya untuk mengambil tindakan. “Tindakan itu yang selama ini masih panjang, ada teguran pertama, teguran kedua, baru pembekuan,” kata Gamawan. Selain itu, dalam UU Ormas saat ini tiap ormas tidak diwajibkan untuk mendaftarkan organisasinya. “Kalau tidak wajib daftar juga bagaimana?” kata mantan Gubernur Sumatera Barat itu.
Baca Juga:
Gamawan menyatakan penggunaan UU nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyaraktan bisa saja digunakan oleh Kemdagri untuk menindak ormas-ormas yang bermasalah. Namun Gamawan menilai penggunaan undang-undang itu tidak sesuai dengan semangat reformasi seperti saat ini. “Kalau saya berlakukan undang-undang itu bisa ditangkap semua orang, karena anti pembangunan juga bisa dibekukan,” kata Gamawan.
Soal pembubaran Front Pembela Islam, Gamawan menyatakan akan melakukannya jika itu solusi terbaik. Namun Gamawan melihat rapuhnya UU Ormas saat ini pembekuan atau pembubaran FPI tidak akan efektif. Pasalnya, para pengikut ormas tersebut bisa saja membentuk organisasi baru. “Bisa saja tukar nama, tapi pengurusnya itu juga dan perilakunya seperti itu juga,” ujar Gamawan.
Oleh karena itu, Gamawan menyatakan syarat pendirian ormas itu akan diperketat melalui UU Ormas yang sedang dibahas itu. Pengurus suatu organisasi yang sudah dibubarkan , kata Gamawan, tidak lagi bisa mendirikan organisasi baru karena sudah masuk ke dalam daftar hitam. “Jadi harus ada batasan seperti itu, dan dalam sebuah diskusi dengan anggota DPR, mereka juga setuju,” ujar Gamawan.
Wacana pembubaran ormas-ormas yang bermasalah semakin kencang terdengan akhir-akhir ini. Ormas-ormas yang bermasalah itu dianggap telah menimbulkan keresahan di masyarakat karena acap kali bertindak anarkis dalam menyampaikan aspirasinya. Tuntutan itu diantara adalah membubarkan FPI karena sudah berkali-kali melakukan tindakan anarkis.
Gamawan pun berharap UU Ormas itu bisa diselesaikan tahun ini juga karena dinilai sudah mendesak. “Semoga bisa cepat, karena timnya (Panja DPR dan Kemdagri) sudah siap,” kata Gamawan.
DIMAS SIREGAR