TEMPO.CO, Jakarta - Terapresiasinya sebagian mata uang Asia terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tidak mampu diikuti oleh mata uang lokal. Meningkatnya permintaan dolar AS menjelang akhir bulan serta masih adanya kekhawatiran di pasar finansial global membuat rupiah kembali melemah.
Di transaksi pasar uang hari ini, Selasa, 21 Februari 2012, rupiah ditutup melemah 39 poin (0,43 persen) ke level 9.050 per dolar AS. Melemahnya dolar AS terhadap mata uang utama dunia tidak mampu memicu penguatan rupiah.
Pengamat pasar uang dari Bank CIMB Niaga, Emmanuel K. Krisnijayanto, menjelaskan, adanya permintaan dolar AS dari korporasi di akhir bulan membuat rupiah justru kembali melemah. Meningkatnya impor dan turunnya ekspor membuat pasokan dolar di pasar berkurang. “Apalagi sekarang, beras dan garam impor saja harus impor,” tuturnya.
Menguatnya euro ke level US$ 1,32 dan memicu terdepresiasinya dolar AS belum mampu memicu apresiasi rupiah. Adanya lelang Surat Utang Negara (SUN) dengan target indikasi Rp 8 triliun juga tidak mampu mendorong penguatan rupiah.
Meskipun bantuan kedua bagi Yunani senilai 130 miliar euro disetujui, pelaksanaan serta monitornya masih menjadi pertanyaan. Diturunkannya gaji hingga 40 persen, ada yang dirumahkan serta di pangkasnya pegawai negeri Yunani masih menyisakan kekhwatiran di Eropa. “Sehingga para pelaku pasar masih tetap merasa lebih aman memegang dolar AS,” tuturnya.
Sore ini mata uang Asia bergerak beragam. Dolar Singapura melemah 0,17 persen menjadi 1,2549 per dolar AS, won Korea Selatan turun 0,16 persen ke posisi 1.123,9, serta peso Philipina juga terdepresiasi 0,29 persen menjadi 42,648.
Bath Thailand terapresiasi 0,16 persen menjadi 30,71 per dolar AS, ringgit Malaysia menguat 0,03 persen ke 3,0175, serta yuan Cina juga menguat 0,02 persen menjadi 6,2967.
Sedangkan indeks dolar AS terhadap enam mata uang rival utamannya hingga pukul 17:30 WIB, memelah 0,271 poin (0,34 persen) ke level 79,185.
VIVA B. KUSNANDAR