TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Thamrin Sihite, memaparkan hingga saat ini masih sedikit perusahaan tambang yang sudah memasukkan rencana pengolahan tambang ke pemerintah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral, seluruh usaha tambang sektor mineral wajib mengolah dan memurnikan hasil tambang di dalam negeri dan dilarang mengekspor hasil tambang mentah.
"Tetapi hingga saat ini baru 19 proyek pengolahan yang diajukan beberapa perusahaan," kata Thamrin di Jakarta, Selasa, 21 Februari 2012. Dari proyek tersebut, sebanyak tujuh proyek berupa konstruksi, enam proyek masih tahap studi kelayakan, dan sisanya baru memperoleh izin pembangunan pengolahan atau pemurnian.
Pabrik pengolahan dan pemurnian yang sudah masuk konstruksi, di antaranya, Chemical Grade Alumina (CGA) milik PT Aneka Tambang, Meratus Jaya Iron and Steel, PT Sebuku Iron Lateritic Ore, Indoferro, PT Krakatau Steel POSCO, PT Dairi Prima Mineral, serta PT Agincourt Resources.
Pabrik yang mengajukan tahap studi kelayakan adalah pabrik Smelting Grade Alumina (SGA) dan nikel pig iron milik PT Aneka Tambang, pabrik Nikel Hidroksida milik PT Vale Indonesia, dan pabrik nikel hidroksida milik PT Weda Bay Nikel, PT Nusantara Smelting dan PT Jinghuang Indonesia.
Dari beberapa perusahaan yang telah mengajukan rencana tersebut, di antaranya juga terdapat perusahaan batu bara yang berniat meningkatkan kandungan kalori. Meskipun soal penambahan nilai batu bara belum diatur oleh pemerintah.
Apabila perusahaan-perusahaan tambang tersebut masih merasa sulit untuk melakukan pengolahan sendiri, Thamrin menyarankan agar para perusahaan kecil melakukan konsorsium sehingga pengolahan atau pemurnian dapat lebih mudah dilaksanakan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik, sebelumnya menyatakan pemerintah masih memberi kesempatan pada perusahaan tambang untuk mengajukan rencana kerjanya dalam tiga bulan ke depan. "Tiga bulan ini akan kami evaluasi, sebelum peraturan larangan ekspor mentah diberlakukan penuh," katanya.
Apabila dalam rencana kerjanya, perusahaan memberikan penjabaran yang rinci dan dinilai memungkinkan mengejar waktu untuk mengolah dan memurnikan hasil tambangnya di dalam negeri, maka pemerintah tak segan memberi kelonggaran.
Jadi, meskipun sudah lewat dari 2014, tapi diyakini mampu mengejar target, perusahaan itu akan tetap diberi izin ekspor tambang mentah. "Tapi, kalau dinilai program kerjanya masih diragukan, akan kita larang penuh ekspor mentah di 2014," kata Wacik.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA), Syahrir AB, menyetujui usulan penerapan pelarangan ekspor tambang mentah. Waktu tiga bulan cukup adil bagi para pelaku usaha untuk mengajukan program kerjanya. "Kalau belum siap berarti salah perusahaannya," kata dia.
GUSTIDHA BUDIARTIE