TEMPO.CO, Jakarta- Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Serikat Kerakyatan Indonesia (Sakti) Standarkiaa mengatakan, ada penurunan signifikan dalam jumlah dukungan bagi para pasangan bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta dari jalur independen. “Setelah diverifikasi di tingkat Panitia Pengumpulan Suara (PPS) penurunan berkisar 20-50 persen,” kata Standarkiaa, dalam pemaparan hasil risetnya tentang pola penggalangan calon indepen Pemilukada DKI 2012, Rabu, 22 Februari 2012.
Para pendukung yang tidak memenuhi syarat verifikasi faktual, menurut Standarkiaa, disebabkan oleh empat hal. Pertama, foto kopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) ganda. Kedua, penduduk tersebut memiliki KTP, paspor, atau Kartu Keluarga (KK), yang beralamat di kelurahan lain. Ketiga, pemalsuan surat dukungan, dan yang keempat adalah KTP yang sudah kadaluarsa.
Sakti melakukan riset awal di 30 wilayah di Jakarta, 16-21 Februari 2012. Menurutnya, penelitian dilakukan oleh 16 orang periset dengan cara wawancara. Ia mengungkapkan hasil riset dari wilayah Jakarta Barat. Ada empat temuan dari Jakarta Barat.
Di wilayah tersebut, Standarkiaa menemukan pola penggalangan melalui pasar murah. Dalam pasar murah tersebut, ditemukan kegiatan pembagian minyak sayur satu liter, dengan mengumpulkan KTP. Terdapat sangat banyak tanda tangan diformulir B1 yang sangat berbeda dari tanda tangan di foto kopi KTP.
Hal yang paling mencolok, kata Standarkiaa, adalah pencatutan nama atau tanda tangan palsu. Ia mengungkapkan nama Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Ramdansyah, sempat dicatut di kelurahan Lagoa, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga menjadi korban pencatutan.
Gejala tersebut, kata dia, terjadi di lima wilayah Jakarta. Bahkan, ia mengatakan, ada broker KTP yang mendatangi ketua Rukun Tetangga (RT) untuk meminta foto kopi KTP. “Dengan janji setiap satu foto kopi KTP akan dibayar Rp 2.500,” kata Standarkiaa.
MARIA YUNIAR