TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyatakan Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan TV Digital Terestrial Penyiaran Tetap Tidak Berbayar dapat menimbulkan monopoli penyiaran. “Kami khawatir akan terjadi monopoli,” kata Komisioner KPI Mochamad Riyanto saat ditemui di Kementerian Komunikasi dan Informatika pada Rabu, 22 Februari 2012.
Monopoli tersebut dapat terjadi karena peraturan menteri telah membatasi pihak yang dapat menjadi penyelenggara infrastruktur hanya kepada “lembaga penyiaran yang telah memperoleh izin penyelenggara penyiaran”. Menurut Riyanto, hal ini berpotensi melanggengkan praktek pemusatan kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran.
Potensi monopoli atau pemusatan dan penguasaan lembaga penyiaran juga terlihat pada tidak adanya kejelasan soal pembatasan jumlah Lembaga Penyiaran Penyelenggara Penyiaran Multipleksing (LP3M) yang dapat dikuasai dalam satu zona. Jadi ada kemungkinan LP3M yang menguasai siaran TV di banyak zona.
Monopoli, kata Riyanto, juga dapat terjadi karena belum adanya aturan yang jelas tentang batasan afiliasi antara LP3M dan Lembaga Penyiaran Penyelenggara Program Siaran (LP3S). Termasuk adanya potensi penyelundupan hukum dengan melakukan praktek pemusatan pada holding company dengan membentuk perseroan terbatas.
Peluang terjadinya penggunaan seluruh kanal program oleh satu afiliasi atau holding company dapat semakin terbuka dengan adanya halangan berupa persyaratan teknis dan biaya bagi LP3S yang tidak berafiliasi. Hal ini yang disebut KPI sebagai praktek monopoli siaran digital.
Dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 22 Tahun 2011, Kementerian menetapkan LP3M diperbolehkan untuk menguasai multiplek lebih dari satu zona siaran.
“Untuk itu, Komisi Penyiaran akan memberikan kajian secara komprehensif,” ujar Riyanto. Kajian tersebut juga akan berisi sistem pengawasan siaran TV demi mencegah praktek monopoli siaran TV.
Ia juga menuntut agar Komisi Penyiaran diikutsertakan dalam pembuatan regulasi digitalisasi siaran televisi. Hal ini bertujuan agar aturan digitalisasi siaran TV tersebut dapat lebih responsif dengan kebutuhan masyarakat.
RAFIKA