TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah musisi akan meramaikan konser amal bertajuk Hearts for Charity yang diadakan pada 31 Maret 2012 di Auditorium Eagle, The Kuningan Place, Jakarta. Acara yang digagas oleh Yayasan Tunas Mulia Adi Perkasa dan sekolah Musik Seven Strings ini menghadirkan orkestra yang dipimpin oleh Aminoto Kosin, musisi Sandhy Sondhoro, Dira Sugandi, Gabriel Harvianto, dan Oktav Tumbel.
Konser ini bertujuan menggalang dana untuk proses transformasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), khususnya di Desa Koko, Kabupaten Manggarai. Salah satunya adalah dengan membangun fasillitas pendidikan dan kesehatan.
Pengisi acara akan menyanyikan sebagian besar lagu dalam bahasa Indonesia. Sebanyak 17 anak-anak dari Desa Koko yang sudah dilatih menyanyi juga akan tampil.
Konferensi pers acara ini diadakan hari ini, Kamis, 23 Februari 2012 di The Nest Grill Restaurant di Kuningan Place, Jakarta, bersama para selebritas yang terlibat, yakni Dira Sugandhi, Gabriel Harvianto, Oktav Tumbel, dan Choky Sitohang
Harga tiket dijual dengan kategori berbeda. Kategori silver seharga Rp 500 ribu, gold Rp 750 ribu, platinum Rp 1,5 juta, dan diamond Rp 2,5 juta. Kategori tersebut dijual untuk konser dengan jadwal pukul 10.00.
Pada malam harinya, konser diadakan mulai jam 19.30. Harga tiketnya untuk kategori silver adalah Rp 750 ribu, gold Rp 1 juta, platinum Rp 3 juta, dan diamond Rp 5 juta.
Direktur Sekolah Musik Seven Strings, Erlyna Widjaja menjelaskan alasan perbedaan harga tiket. "Kami jual harga lebih tinggi pada malam hari karena umumnya para donatur yang terdiri dari pengusaha bisa meluangkan waktunya pada malam hari," ujarnya.
Erlyna berharap kapasitas gedung pertunjukan yang dapat menampung 800 orang dapat terisi penuh.
Gagasan ini merupakan bentuk komitmen Yayasan Tunas Mulia Adi Perkasa yang sejak 2007 membangun fasilitas di Desa Koko. Pembangunan dilaksanakan setelah yayasan ini pada 2006 memberikan bantuan secara langsung ke desa tersebut.
Saat itu mereka prihatin akan kondisi masyarakat Desa Koko. Tidak ada fasilitas kesehatan dan pendidikan. Penduduknya sebagian besar buat huruf dan tidak bida berbahasa Indonesia.
Setelah pembangunan berjalan selama empat tahun, kondisi desa itu semakin membaik. Anak-anaknya kini sudah pandai membaca dan menulis. Mereka juga kini senang bernyanyi dan bermain alat musik.
SATWIKA MOVEMENTI