TEMPO.CO , Kabul-- Sedikitnya lima orang tewas dan 26 lainnya terluka pada hari kedua protes insiden pembakaran kitab suci Al-Quran di markas Badan Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Afganistan, Rabu 22 Februari 2012. Ribuan warga Afganistan di berbagai wilayah, termasuk ibu kota Kabul, kembali turun ke jalan mengutuk Amerika dan pemerintah Afganistan.
Dalam kesempatan terpisah, Perwakilan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Afganistan, Jan Kubis mengutuk tindakan pembakaran kitab suci. Pernyataan ini diungkapkan Kubis saat menemui Ketua Dewan Ulama Afganistan, Maulawi Qiyamuddin Kashaaf. "Ini adalah kesalahan yang sangat buruk. ISAF NATO pun akan menyeret dalang dari insiden pembakaran ini secepatnya," kata Kubis.
Tiga korban tewas ditembak polisi di Distrik Shinwar, Provinsi Parwan, sebelah utara Kabul. "Demonstran menyerang pusat distrik provinsi secara brutal sehingga polisi terpaksa menembak mereka," kata juru bicara Gubernur Parwan, Roshan Khalid.
Di ibu kota, polisi menembak ke udara untuk membubarkan massa yang berkumpul di depan perumahan khusus bagi staf internasional, Green Village. Namun warga yang marah berhasil membakar separuh kompleks perumahan tersebut. Lokasi ini menjadi tempat tinggal bagi 1.500 warga asing di Afganistan.
Massa juga mendatangi kedutaan besar Amerika Serikat dan memaksa masuk. Akibatnya, kantor kedutaan terpaksa dikunci untuk menghalangi massa menerobos masuk. Demonstrasi bahkan melumpuhkan Kota Jalalabad. Juru bicara Pemerintah Provinsi Jalalabad, Ahmad Zia Abdul Zai, mengatakan sedikitnya enam orang terluka dan beberapa bangunan terbakar akibat demonstrasi warga.
BBC | REUTERS | THE TELEGRAPH | SITA PLANASARI AQUADINI