TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Kusus (JAM Pidsus) Arnold Angko membantah jika penyidikan terhadap pegawai Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) berinisial DW dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). "Itu bukan dari laporan PPATK," ujarnya saat ditemui di Gedung Bundar, Jumat 24 Februari 2012.
Arnold mengatakan penyididkan tersebut berasal dari laporan masyarakat. Namun saat ditanya siapa masyarakat yang melapor, dia hanya diam. Disinggung soal PPATK, Arnold hanya mengatakan Kejaksaan Agung dalam mengembangkan kasus ini dapat menggalang kerjasama dengan PPATK.
Pada 20 Februari 2012 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melansir Laporan Hasil Analisis dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat. Ketua PPATK Muhammad Yusuf menyebutkan salah satu Pegawai Negeri Sipil (PNS) melakukan transaksi mencurigakan senilai US$ 250 ribu (Rp 2,2 miliar). Belakangan diketahui PNS yang dimaksud bekerja sebagai pegawai pajak.
Pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang disebut-sebut sebagai "Gayus ke dua", DW, telah berpindah kerja ke Pemerintah Daerah DKI Jakarta. "Statusnya bukan lagi pegawai Direktorat Jenderal Pajak sejak Januari 2012," ujar Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas, Dedi Rudaedi, di Kantor Direktorat Pajak, hari ini.
Dedi mengungkapkan pihaknya belum memperoleh informasi lengkap tentang kasus yang melibatkan oknum di Direktorat-nya tersebut. Ia pun mengaku belum tahu apakah Direktoratnya sudah menerima laporan hasil analisis yang dimaksud. Namun, sepengetahuannya, oknum yang dimaksud bukanlah berinisial DA sebagaimana dilansir sebelumnya. "Yang kami tahu persoalannya bukan DA tapi DW. DW adalah suami DA," ujarnya.
Meski DW sudah tidak bekerja sebagai pegawai pajak, istrinya, DA, masih menjabat pegawai pajak di Direktorat Keberatan Banding. Adapun DW sebelum berpindah, menjabat sebagai pelaksana di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar (Large Tax Office).
INDRA WIJAYA