TEMPO Interaktif, Mesuji - Amuk massa yang membakar kantor PT Barat Selatan Makmur Investindo diduga terkait dengan kabar kedatangan ratusan aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke areal perkebunan milik perusahaan tersebut. “Informasi itu membuat kami khawatir dan kami anggap itu isyarat perang,” kata salah seorang warga yang enggan disebut namanya, Minggu, 26 Februari 2012.
Kabar tersebut tersebar di kalangan masyarakat melalui pesan pendek yang menyebutkan aparat TNI akan membangun kembali pabrik yang dibakar warga pada 10 Nopember 2011 lalu. Pesan beredar sehari sebelum aksi amuk massa, Sabtu pagi, 25 Februari 2012.
Pesan pendek tersebut berisi: “Enjok tahu same budak, TNI datang sekitar antare 300 dan 500, alasan die nak latihan di BSMI, dak tahu ape latian nian ape dak jangan-jangan ini taktik perusahaan” (Kasih tahu semua kawan, TNI datang sekitar 300 dan 500, alasan dia hendak latihan di BSMI. Tidak tahu latihan benar apa bukan. Jangan-jangan ini taktik perusahaan).
Ada pula pesan pendek lain: “Diinformasikan kepada seluruh masyarakat Sri Tanjung, pada hari Minggu tanggal 26 Februari akan diturunkan 120 TNI untuk mengawali pembangunan pabrik PT BSMI dikarenakan pabrik akan dibangun kembali. Tolong sebarkan kepada kawan-kawan”.
Warga juga geram karena Pemerintah Kabupaten Mesuji tak kunjung menyelesaikan konflik antara warga dan perusahaan. Pemerintah terkesan melakukan pembiaran dan enggan mengurusi warga. "Kami masih menunggu langkah konkret dan tegas pemerintah. Jangan bertele-tele," ujarnya.
Komandan Komando Resor Militer (Korem) 043 Garuda Hitam, Kolonel Amalsyah Tarmizi, ketika dimintai konfirmasi membantah rencana pengerahan pasukan ke areal perkebunan PT BSMI.
Menurut Amalsyah, tidak ada rencana latihan perang ataupun datang ke perkebunan PT BSMI. “Kami akan datang jika diminta oleh polisi. Hingga saat ini belum ada permintaan bantuan pengamanan dari pihak kepolisian,” ucapnya.
Amalsyah mengatakan anggota TNI yang hadir di perkampungan itu dari satuan kewilayahan, seperti Komando Rayon Militer (Koramil) dan Komando Distrik Militer (Kodim) Tulang Bawang. Jumlah mereka hanya belasan. “Ada rencana Pemerintah Kabupaten Mesuji akan meminta bantuan kami untuk bakti karya di Kecamatan Tanjung Raya. Kami diajak membangun jalan dan fasilitas di daerah itu. Itu pun baru dalam tahap pembahasan,” tuturnya.
Amalsyah juga menegaskan bahwa Korem 043 Garuda Hitam tidak akan menerima permintaan perusahaan untuk pengamanan karena itu menjadi tugas polisi. Sebab aparat TNI tidak bisa menjadi tenaga pengamanan di perusahaan swasta. “Pasukan hanya bisa datang jika ada permintaan dari Polri. Sifatnya bantuan. Pesan pendek yang beredar hanya memanfaatkan suasana. Itu provokator,” katanya pula.
Advicer Manajemen PT BSMI, Ali Fathan, juga menjelaskan pihaknya tidak pernah meminta bantuan ke TNI untuk pengamanan perusahaan. Pengamanan di perusahaan dilakukan oleh satuan pengamanan perusahaan dan sejumlah anggota kepolisian. “Tidak ada rencana mendatangkan TNI. Rencana perang-perangan juga tidak ada. Semuanya isu yang menyesatkan. Polisi mesti tangkap para pelaku rusuh itu. Identitas dan alamat para pelaku jelas,” katanya.
Ali Fathan mengatakan kelompok yang mengamuk di Divisi I PT BSMI pada Sabtu 25 Februari lalu adalah mereka yang menuntut pencabutan hak guna usaha (HGU) perusahaan. Tuntutan itu tidak mungkin dilaksanakan karena hasil pembahasan dengan legislatif menyatakan bahwa HGU yang dimiliki PT BSMI sah dan tidak bisa dicabut. “Tuntutan itu sangat mengada-ada,” ucapnya memaparkan.
Mantan Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan TNI itu mengatakan saat ini perusahaan, legislatif, dan pemerintah daerah sedang membahas pola kemitraan dengan masyarakat setempat. Perusahaan berencana menjadikan warga sebagai petani plasma di lahan yang selama ini disengketakan. “Teknis dan pola kerja sama sedang dibahas hingga tiba-tiba ada amuk itu,” katanya mengungkapkan.
Ali Fathan menjelaskan pula bahwa masyarakat kini terbelah dua. Ada kelompok yang menginginkan dijadikan sebagai petani plasma dan ada kelompok yang menuntut pencabutan HGU PT BSMI. Kelompok yang ingin dijadikan petani plasma dikoordinasi oleh para kepala kampung. Sedang kelompok yang menuntut HGU dicabut dikoordinasi oleh Azar, salah seorang yang mengaku tokoh masyarakat.
Hingga berita ini ditulis, Tempo belum bisa menghubungi Azar Etikani, tokoh masyarakat Sri Tanjung. Telepon selulernya tidak aktif.
Seperti diberitakan sebelumnya, sekitar 500 warga dari tiga desa, yaitu Desa Sritanjung, Nipah Kuning, dan Desa Kaagungan Dala, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Mesuji, Provinsi Lampung, Sabtu pagi, 25 Februari 2012, mengamuk dan membakar seluruh fasilitas perusahaan. Sejumlah kendaraan berat dan kendaraan pribadi milik perusahaan ikut dibakar. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu.
NUROCHMAN ARRAZIE