TEMPO.CO, Jakarta - Bekas staf Asistensi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, Ali Mudhori, mengaku tidak tahu soal duit Rp 1,5 miliar yang diduga diberikan Kuasa Direksi PT Alam Jaya Papua, Dharnawati. Uang itu diduga sebagai commitment fee proyek transmigrasi menggunakan Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID).
"Saya nggak tahu. Hanya, saya dapat penjelasan dari Fauzi bahwa dia mau dititipi barang (uang). Dia dipaksa untuk dititipi dari Dadong dan Nyoman," kata Ali saat bersaksi untuk terdakwa kasus suap Dadong Irbarelawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 27 Februari 2012.
Fauzi, kata Ali, juga tergabung sebagai anggota tim asistensi Muhaimin periode Januari-Desember 2010. Adapun Dadong menjabat Kepala Bagian Evaluasi Program Pengembangan dan Pembinaan Masyarakat Kawasan Transmigrasi (P2MKT), dan I Nyoman Suisnaya menjabat Sekretaris Direktur Jenderal Direktorat P2MKT.
Menurut Ali, Fauzi pernah mengaku didesak oleh Nyoman dan Dadong untuk menerima duit Rp 1,5 miliar. Mendengar jawaban tersebut, Ketua Majelis Hakim Herdi Agusten meminta Ali menyampaikan keterangan yang sebenarnya soal penerimaan uang. Ali tetap mengaku tak tahu soal fee.
Ali juga menyanggah dirinya kecipratan komisi DPPID. Namun, ia tak menolak jika dikatakan berharap mendapat bagian duit dari Sindu Malik dan Iskandar Pasojo alias Acos. Dua orang yang disebut-sebut dekat dengan Wakil Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Tamsil Linrung. Ali merasa telah berjasa mengenalkan Sindu-Acos dengan pejabat Kemenakertrans.
Karena itu, kata Ali, ia menuntut Sindu-Acos membayar uang makan dan transportasi yang dia keluarkan untuk menempuh perjalanan Lumajang-Jakarta. "Saya hanya mengambil hak saya yang saya keluarkan. Sindu dan Acos kan mengatakan akan mengganti uang tiket," ujarnya.
Ali mengaku sempat menemui Sindu untuk menagih duit transportasi. Namun bekas pegawai Kementerian Keuangan itu malah memintanya menagih ke Nyoman dan Dadong. Setelah "curhat" ke Fauzi, ia mendapat penjelasan soal duit yang hendak dititipkan Nyoman-Dadong. Terhadap permohonan Nyoman-Dadong, Fauzi selalu menolak.
Ihwal sumber duit yang rencananya dititipkan Nyoman-Dadong ke Fauzi, Ali mengaku tak tahu. "Nggak tahu dari mana sumber uang itu. Tapi Fauzi selalu menolaknya. Sampai ada perempuan yang bernama Nana (Dharnawati) menelepon Fauzi juga, menanyakan soal fee, tapi ditolak Fauzi," ujarnya.
Kasus suap DPPID terkuak setelah petugas KPK menangkap tangan Nyoman dan Dadong di kantor Kemnakertrans Kalibata, Jakarta Selatan, 25 Agustus 2011. Saat penangkapan, petugas KPK juga menemukan kardus durian berisi duit Rp 1,5 miliar. Duit itu adalah sebagian commitment fee yang diberikan oleh Kuasa Direksi PT Alam Jaya Papua, Dharnawati, karena perusahaannya mendapat proyek DPPID di empat kabupaten di Papua.
ISMA SAVITRI